Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Teknologi Sulap Lahan Rawa di Kalsel Jadi...

Teknologi Sulap Lahan Rawa di Kalsel Jadi... Salah satu pemanfaatan teknologi di lahan pertanian. | Kredit Foto: Kementerian Pertanian
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pertanian  melakukan berbagai macam upaya memenuhi pangan 267 juta jiwa rakyat Indonesia. Salah satunya adalah dengan mengintegrasikan dan mengoptimalkan teknologi dalam mengoptimalisasi lahan rawa lewat Program SERASI (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani). Program ini diharapkan dapat menjadi kunci keberhasilan pertanian dari sisi produksi.

Kepala Badan Litbang Pertanian, Fadjri Jufri, mengatakan Kementerian Pertanian telah mempersiapkan lahan rawa sebagai tulang punggung pertanian di masa depan. Penerapan teknologi yang tepat akan meningkatkan produktivitas petani secara signifikan.

"Kita sudah membuat model percontohan bagaimana pengolahan lahan rawa yang benar, mulai dari penataan lahannya, penataan airnya, termasuk inovasi teknologi yang ada didalamnya," ungkap Fadjri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (7/11/2019).

Baca Juga: Ini Langkah Kementan untuk Swasembada Daging Sapi

Fadjri mengaku pihaknya telah mempersiapkan paket teknologi yang siap mendukung efektivitas dan efisiensi pertanian lahan rawa, dari proses olah tanah, tanam, hingga panen. Potret teknologi lahan rawa bahkan dipamerkan melalui pengembangan Demfarm SERASI binaan Badan Litbang Kementan di Kabupaten tersebut.

Fadjri menambahkan Demfarm dibangun untuk percepatan dan efektivitas adopsi teknologi oleh petani dalam upaya meningkatkan produksi pertanian dan kesejahteraan petani di lahan rawa.

"Teknologinya kita sudah punya, bagaimana mengatur tata airnya, di lahan rawa ini ada lapisan pirit namanya. Oleh karena itu, kita memperkenalkan traktor rawa berbentuk perahu, itu merupakan solusi bagaimana pengolahan tanah yang tepat di lahan rawa," ujar Fadjri.

Meski masih dalam tahap prototipe, kata Fadjri, traktor tersebut dapat mengolah satu hektare lahan dalam waktu satu jam. Ia menambahkan, pihaknya juga tengah memperkenalkan drone tanam berbasis GPS.

"Artinya di Jakarta pun saya tidak perlu ke sini. Saya bisa menginstruksikan dari jauh. Itu outonomous, bisa ada treknya," ungkapnya. 

Tidak hanya traktor perahu dan drone, Fadjri juga mengungkapkan ada teknologi mikroorganisme sebagai pemberat pada gabah yang ditebar sehingga pada saat gabah tersebut masuk ke tanah bisa menyuburkan tanah sehingga daya tumbuhnya lebih baik.

"Selain itu, kita ada teknologi varietas unggul baru. Kita punya Inpara 1 hingga 7. Inpara itu inbrida padi lahan rawa, ini yang banyak berkembang Inpara 4, potensinya bagus bisa sampai enam ton kalau padi biasa 2-3 ton saja," jelas Fadjri.

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy mengungkapkan Indonesia memiliki 34 juta hektare lahan rawa lebak, 10 juta hektare hingga 17 juta hektare di antaranya dapat dijadikan lahan produktif pertanian.

"Tahun 2019 ini, pemerintah membuat semacam proyek percontohan lebih kurang 500.000 hektare yang awalnya terdiri dari tiga provinsi, yakni Kalsel seluas 200.000 hektare, Sumsel 250.000 hektare, dan Sulsel 50.000 hektare," beber Sarwo Edhy.

Namun dalam perkembangannya, Sarwo Edhy mengatakan hasil validasi yang sudah diinventarisir dan dihimpun, Sumsel hanya mampu 200.000 hektare, Kalsel 120.000 hektare, dan Sulsel 333.200 hektare, sehingga kekurangannya itu ditawarkan ke provinsi lain.

"Sulteng siap 25.000 ha kemudian lampung 25.600 ha jadi semua tetap lebih kurang 500.000 ha sebagai pilot project percontohan untuk tahun 2019 ini," rinci Sarwo Edhy.

Sarwo menambahkan sentuhan teknologi lahan rawa mampu meningkatkan indeks pertanaman hingga produktivitas, manfaatnya terasa bahkan hingga pendapatan petani.

"Jadi tujuan optimasi lahan rawa ini yang pertama meningkatkan indeks pertanaman dan yang kedua meningkatkan produktivitas per hektarnya, yang biasa panen satu kali sekarang dua kali, yang provitas per hektarenya hanya dua ton sekarang bisa di atas lima ton. Artinya, dari sisi penghasilan bisa naik dua kali, dari sisi pertanaman juga bisa dua kali, jadi untungnya berlipat-lipat," terangnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: