Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

AS: Permukiman Yahudi di Tepi Barat Tidak Melanggar Hukum

AS: Permukiman Yahudi di Tepi Barat Tidak Melanggar Hukum Kredit Foto: Reuters/Kevin Lamarque
Warta Ekonomi, Washington -

Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir, pemerintah Amerika Serikat mengubah pandangan mereka berkenaan dengan permukiman Yahudi di Tepi Barat dengan mengatakan bahwa permukiman tersebut tidak melanggar hukum internasional.

Pernyataan terbaru yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Mike Pompeo merupakan kekalahan bagi perjuangan Palestina dan kemenangan bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang sekarang dalam posisi lemah karena adanya dua pemilihan umum tahun ini yang tidak memberikan kemenangan mayoritas bagi partainya.

Dalam pernyataannya, Mike Pompeo mengatakan bahwa pernyataan AS sebelumnya mengenai permukiman di Tepi Barat yang dikuasai oleh Israel sejak perang tahun 1967 di masa lalu juga tidak konsisten.

Baca Juga: AS Kukuh Atas Keputusan Terkait Permukiman Israel

Dia mengatakan Presiden AS dari Partai Demokrat Jimmy Carter di tahun 1978 mengatakan permukiman itu tidak sesuai dengan hukum internasional, sementara Presiden Ronald Reagan dari Partai Republikan di tahun 1981 mengatakan bahwa permukiman tersebut tidaklah ilegal.

"Pembangunan permukiman sipil Israel itu pada dasarnya tidaklah tidak konsisten dengan hukum internasional." kata Pompeo kepada wartawan di kantor Deplu Amerika Serikat.

"Menyebut permukiman itu tidak konsisten dengan hukum internasional tidaklah membuat pembicaraan damai mengalami kemajuan."

"Kenyataannya adalah tidak akan ada penyelesaian judisial untuk mengatasi konflik, dan pendapat siapa yang benar dan salah menurut hukum internasiional tidak akan membawa perdamaian."

Namun, Uni Eropa mengatakan bahwa mereka tetap berpandangan bahwa pemukiman Israel di wilayah pendudukan milik Palestina tersebut ilegal menurut hukum internasional, dan mengurangi peluang bagi adanya perdamaian langgeng.

"Uni Eropa menyerukan kepada Israel untuk menghentikan semua aktivitas permukiman, sejalan dengan kewajiban mereka sebagai pihak yang menduduki." kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga: Lapor ke PBB, Palestina Tolak Pernyataan AS Terkait Permukiman Israel

Pernyataan Pompeo ini juga mendapatkan kritikan dari pejabat senior Palestina bahkan sebelum pernyataan itu dikeluarkan.

"Sebuah tamparan lagi bagi hukum internasional, keadilan dan perdamaian." kata Hanan Ashrawi, perunding senior Palestina, dan anggota Komite Eksekutif PLO lewat Twiiter.

Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rdeneh, mengutuk pengumuman tersebut.

"Pemerintahan AS saat ini sudah kehilangan kredibilitas untuk berperan dalam perundingan damai di masa depan." katanya.

Trump sudah lama mendukung kebijakan Israel

Pernyataan Menlu Pompeo ini merupakan contoh ketiga bahwa pemerintahan pimpinan Presiden Donald Trump mendukung kebijakan Israel dan bertentangan dengan pendapat kalangan Palestina dan Arab.

Di tahun 2017, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan di tahun 2018, Amerika Serikat secara resmi membuka kedutaannya di kota tersebut. Kebijakan AS sebelumnya adalah menyerahkan status Yerusalem kepada pihak-pihak yang bertikai dalam koflik ini.

Bulan Maret lalu, Trump mengakui aneksasi yang dilakukan Israel di tahun 1981 terhadap Dataran Tinggi Golan, sebagai bentuk dukungan terhadap Netanyahu, yang menimbulkan kecaman keras dari pihak Suriah, yang pernah menguasai lahan tersebut sebelumnya.

Baca Juga: Tanggapi Perubahan Kebijakan AS Terkait Permukiman Israel, Mahathir: Itu Absurd

Netanyahu kemudian menamai sebuah desa di Dataran Tinggi tersebut sebagai Trump Height sebagai bentuk penghargaan tersebut presiden Amerika Serikat tersebut. Langkah yang diambil Presiden Trump ini tampaknya mungkin sengaja untuk membantu Netanyahu yang saat ini mengalami kesulitan untuk membentuk pemerintahan.

Politik Israel sekarang sedang mengalami kebuntuan setelah adanya dua pemilu yang tidak memberikan hasil yang jelas. Partai dari mantan kepala angkatan bersenjata Benny Gantz, Partai Biru dan Putih mendapat suara yang hampir sama dengan partai Likud pimpinan Netanyahu di pemilu bulan September. Kedua pemimpin mengalami kesulitan untuk membentuk koalisi membentuk pemerintahan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Shelma Rachmahyanti

Bagikan Artikel: