HRW: Bangladesh Blokir Akses Pendidikan Anak-Anak Rohingya
Organisasi hak asasi manusia (HAM) Human Rights Watch (HRW) mengatakan Bangladesh telah memblokir akses pendidikan bagi ratusan ribu anak-anak pengungsi Rohingya. HRW mendesak negara itu mencabut pembatasan sekolah di kamp-kamp pengungsi.
Dalam laporannya yang berjudul Are We Not Human? HRW menuding Bangladesh melanggar hak 400 ribu anak usia sekolah yang saat ini tinggal di kamp pengungsi di Cox's Bazaar. HRW mengatakan Bangladesh telah melarang para pengungsi mendaftar di sekolah-sekolah di luar kamp atau mengikuti ujian nasional.
Baca Juga: Jokowi Singgung Masalah Rohingya Di Depan Suu Kyi
Bangladesh turut melarang lembaga-lembaga PBB dan kelompok-kelompok bantuan asing memberikan pendidikan resmi terakreditasi. Kebijakan-kebijakan tersebut dikritik keras HRW dalam laporannya.
"Merampas seluruh generasi anak-anak dari pendidikan tidak menjadi kepentingan siapapun. Komunitas internasional perlu bertindak dan menuntut agar Bangladesh serta Myanmar mengubah haluan," ujar Direktur Hak-Hak Anak di HRW Bill Van Esveld pada Selasa (3/12).
Namun, laporan HRW dibantah oleh Ketua Komisi Pengungsi dan Repatriasi Bangladesh Mahbub Alam Talukder. Dia mengatakan tak benar anak-anak pengungsi Rohingya tidak dididik. Mahbub mengungkapkan terdapat empat ribu pusat pembelajaran di kamp-kamp pengungsi.
Kendati demikian, dia membenarkan proses kegiatan belajar mengajar di kamp-kamp pengungsi tak menggunakan kurikulum nasional Bangladesh. "Rohingya harus kembali ke Myanmar. Mereka bukan warga negara kita dan kita tidak bisa membiarkan mereka menggunakan kurikulum nasional kita," ujar Mahbub.
Pemerintah Myanmar belum memberikan komentar atau pernyataan terkait laporan HRW. Awal November lalu Gambia telah membawa kasus dugaan genosida yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya ke Pengadilan Internasional (ICJ). Gambia mengajukan kasus itu dengan mengatasnamakan Organisasi Kerja Sama Islam.
Gambia tak merinci tentang gugatannya terhadap Myanmar. Ia hanya mengisyaratkan bahwa Myanmar dapat diselidiki atas dugaan genosida terhadap Rohingya. "Di bawah Piagam PBB, semua anggota PBB, termasuk Myanmar, terikat oleh statuta ICJ," kata Pemerintah Gambia.
Di bawah Konvensi 1948 tentang Prevention and Punishment of the Crime of Genocide, Myanmar dapat menghadapi hukuman jika terbukti melakukan pelanggaran. Gambia dan Myanmar termasuk dalam negara-negara yang menandatangani konvensi tersebut. Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi siap membela negaranya di ICJ. Dia dijadwalkan memimpin delegasi ke ICJ di Den Haag, Belanda, awal Desember.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Shelma Rachmahyanti
Tag Terkait: