Karenanya, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada saat ini, tantangan yang ada menurut Faris tidak hanya semata-mata mempercepat proses atau memangkas sekian prosedur yang tadinya berlapis menjadi lebih simpel. Yang perlu dilakukan dalam pandangan Faris bukanlah memangkas prosedur yang ada, melainkan memindahkannya dari semula dikerjakan secara manual oleh manusia menjadi dikerjakan oleh komputer secara digital sehingga bisa berjalan secara cepat dan bersifat massif.
"Jadi, kita mendelegasikan tugas-tugas yang selama ini dikerjakan oleh karyawan bank itu ke sistem teknologi digital. Kita bikin kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) lalu kita suplai dia dengan pasokan data atau pengetahuan sebanyak-banyaknya agar teknologi ini bisa bekerja seperti halnya kita," tutur Faris.
Baca Juga: Mudahkan Bank, Tiga Regulator Integrasikan Pelaporan Perbankan
Atas dasar gagasan itulah, menurut Faris, dirinya bersama tim yang ada di Nodeflux tertantang untuk mengembangkan teknologi Face Recognition (FR) berbasis vision AI, input dan analitic AI di bawah naungan VisionAIre. Proyek pengembangan ini sejalan dengan posisi Nodeflux yang selama ini masih menjadi perusahaan vision AI pertama dan terbesar di Indonesia.
Khusus untuk menyasar sektor perbankan, Nodeflux telah menyiapkan platform VisionAIre Know Your Customer (KYC) yang diyakini dapat sangat membantu dalam mendongkrak otomasi proses verifikasi perbankan di Indonesia. "Lewat platform VisionAIre KYC ini, kami ingin menghadirkan teknologi Vision AI dengan kemampuan analitik FR untuk dapat memverifikasi data e-KYC dan sistem otentikasi nasabah secara lebih cepat dan akurat," ungkap Faris.
Pengakuan
Dengan inovasinya yang nyleneh di bidang perbankan tersebut, Nodeflux pun kebanjiran apresiasi dari berbagai pihak. Ernst & Young, misalnya, menyebut bahwa terobosan soal otomasi verifikasi data via e-KYC merupakan lompatan cukup penting bagi industri perbankan. Hal itu lantaran dengan adanya e-KYC, dengan sendirinya menjawab salah satu persoalan krusial di perbankan yaitu masalah akurasi data dan juga efisiensi waktu pelayanan terhadap nasabah.
Berbeda dengan sistem konvensional yang mengharuskan petugas bank untuk melakukan verifikasi data nasabah secara manual, lewat e-KYC nasabah hanya perlu memindai dokumen pengenal dan fotonya untuk dapat terverifikasi otomatis secara sistem. Dengan pendekatan baru itu, Ernst & Young memperkirakan proses verifikasi data yang semual membutuhkan waktu setidaknya sekitar 18 menit, dengan menggunakan e-KYC besutan Nodeflux proses verifikasi data hanya membutuhkan waktu tak lebih dari satu menit saja.
Jika Ernst & Young lebih menyoroti soal kecepatan layanan verifikasi data, dilibatkannya Nodeflux sebagai bagian dari penyelenggara International Monetary Fund (IMF) and World Bank (WB) Annual Meeting di Bali pada Oktober 2018 lalu dengan sendirinya juga merupakan pengakuan atas prudentialitas sistem yang dimiliki oleh Nodeflux. Pasalnya dalam event internasional tersebut, Nodeflux dipercaya sebagai penyedia teknologi face recognition untuk sistem pengamanan acara yang dihadiri oleh berbagai tokoh besar dunia dan sedikitnya 3.500 delegasi dari 189 negara anggota. Tak hanya itu, Nodeflux juga menyediakan software License Plate Recognition (LPR) sebagai alat deteksi pelat-pelat kendaraan yang hilir-mudik di lokasi sekitar penyelenggaraan acara.
Atas kemampuannya di bidang AI itu, Nodeflux diundang sebagai salah satu dari 200-an lebih pembicara dalam World Summit AI, yang digelar di Amsterdam, Belanda, pada awal Oktober lalu. Terbaru, Nodeflux juga dipercaya sebagai pembicara resmi dalam Forum Pameran Teknologi Dunia, CeBIT, di Australia, akhir bulan ini.
Yang paling fenomenal adalah keberhasilan Nodeflux menembus peringkat ke-25 dari 90 perusahaan AI terkemuka di dunia dalam hal penilaian algoritma pemrograman pada Face Recognition Vendor Test (FRVT) 2019 oleh National Institute of Standards and Technology (NIST). Didirikan sejak 1901 silam, NIST merupakan lembaga standardisasi sekaligus salah satu laboratorium bidang sains dan Teknik tertua di Amerika Serikat (AS).
"Dengan capaian (peringkat ke-25) itu, mereka menilai bahwa sistem algoritma yang kami pakai dalam teknologi yang kami bangun itu sangat kuat dalam hal sekuritisasi. Artinya bahwa sistem yang kami buat sangat lah aman, bahkan menurut standar pemerintah AS," papar Faris.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Puri Mei Setyaningrum