Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kinerja Industri Jasa Keuangan di Bawah OJK Masih Cemerlang

Kinerja Industri Jasa Keuangan di Bawah OJK Masih Cemerlang Petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beraktivitas di ruang layanan Konsumen, Kantor OJK, Jakarta, Senin (23/10). Menjelang peralihan Sistem Informasi Debitur (SID) atau yang dikenal sebagai BI Checking dari Bank Indonesia ke OJK pada tahun 2018, Bank Indonesia bersama OJK terus melakukan pengembangan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang akan menggantikan SID, agar dapat secara optimal mendukung kebutuhan industri yang semakin kompleks serta mendukung tugas OJK, BI maupun tugas lembaga terkait lainnya dengan optimal. | Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kinerja industri keuangan Indonesia sepanjang tahun lalu masih mencatatkan kinerja yang positif. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat selama 2019, di tengah pelemahan perekonomian global dan domestik, pertumbuhan sektor jasa keuangan masih positif dengan stabilitas sektor jasa keuangan yang terjaga.

Kinerja intermediasi industri jasa keuangan tetap tumbuh baik dengan tingkat permodalan yang memadai, serta likuiditas dan profil risiko yang terjaga.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana mengatakan, kinerja positif industri jasa keuangan tak lepas dari peran OJK. Jika dilihat secara keseluruhan, Wisnu menilai kinerja industri perbankan Indonesia, khususnya memang masih berkinerja postif terlebih kalau dibandingkan dengan negara-negara lain.

"Hal ini tentu tidak lepas dari fungsi pengawasan dari OJK yang telah memperkuat penerapan manajemen risiko serta mendorong peningkatan daya saing melalui berbagai kebijakan yang diterbitkan," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Baca Juga: DPR: Komisioner OJK Buruan Mundur

Di tengah tekanan perekonomian global, kredit perbankan 2019 tumbuh di 6,08 persen (yoy) ditopang oleh sektor konstruksi yang tumbuh 14,6 persen (yoy) dan rumah tangga 14,6 persen (yoy). Sejalan dengan itu, kredit investasi meningkat 13,2 persen (yoy) yang menunjukkan potensi pertumbuhan sektor riil ke depan.

Pertumbuhan kredit ini diikuti dengan profil risiko kredit yang terjaga. Rasio non-performing loan gross perbankan tercatat rendah sebesar 2,5 persen dan NPL net 1,2 persen. Capital adequacy ratio (CAR) perbankan mencapai 23,3 persen, dengan likuiditas atau LDR 93,6 persen.

Sementara Net Interest Margin (NIM) tercatat turun menjadi 4,9 persen dari 5,1 persen di 2018 dan rata-rata suku bunga kredit turun dari 10,8 persen di akhir 2018 menjadi 10,5 persen di akhir 2019.

"Pengawasan yang telah berjalan dengan semakin baik perlu diperkuat oleh komunikasi yang efektif dengan mitra yang tengah diawasi agar dapat bersama-sama membangun industri perbankan atau sektor keuangan yang memiliki daya saing setingkat global," ungkap Wisnu.

Di sisi lain, industri keuangan nonbank juga tetap menjaga kualitas pertumbuhannya. Sepanjang 2019, premi asuransi komersial yang dikumpulkan mencapai Rp281,2 triliun tumbuh 8,0 persen (yoy), dengan premi asuransi jiwa sebesar Rp179,1 triliun tumbuh 4,1 persen (yoy) serta premi asuransi umum atau reasuransi sebesar Rp102,1 triliun.

Sementara tingkat permodalan industri asuransi juga masih kuat, terlihat dari risk-based capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 345,35 persen dan 789,37 persen, jauh lebih tinggi dari threshold 120 persen.

Baca Juga: Soal Jiwasraya, Said Didu: Kalau OJK Gak Dihukum, Publik Gak Akan Percaya Lagi

Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Dadang Sukresna menyebutkan, kinerja industri asuransi masih baik. Meskipun ada masalah di beberapa perusahaan asuransi belakangan ini, namun lebih disebabkan oleh tata kelola di internal perusahaan yang tidak berjalan dengan baik.

"Intinya adalah pihak otoritas (OJK) itu sudah mengatur berbagai macam tata kelola yang baik, itu sudah ada aturannya. Perusahaan asuransi lain yang sekarang memiliki produk yang sama, selama aturan tata laksana itu dilakukan dengan baik, itu tidak masalah," jelas dia.

Adapun kinerja perusahaan pembiayaan pada 2019 tetap tumbuh positif sebesar 4,5 persen, dengan risiko kredit NPF terpantau stabil rendah sebesar 2,40 persen (gross) dan 0,45 persen (net). Demikian juga dengan gearing ratio perusahaan pembiayaan yang terbilang masih rendah, yaitu sebesar 2,61 kali.

Baca Juga: 8 Tahun Hadir, Pengamat: Kinerja OJK Payah

Sedangkan di pasar modal, OJK terus secara aktif mendorong perusahaan-perusahaan berskala menengah untuk mendapatkan sumber pembiayaan melalui pasar modal.

Usaha ini membuahkan hasil terlihat dari penghimpunan dana melalui penawaran umum di pasar modal pada 2019 mencapai Rp166,8 triliun dan 60 emiten baru. Angka ini menjadi pertumbuhan emiten tertinggi di Asean dan nomor tujuh di dunia. Total dana kelolaan investasi di pasar modal pada 2019 juga meningkat dari Rp745,77 triliun (2018) menjadi Rp806,86 triliun.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: