Kendala
Ada beberapa kendala bagi ekowisata bahari di Indonesia. Yang pertama adalah olahraga bahari yang belum populer di kalangan wisatawan Nusantara. Olahraga yang ada dan terkenal sekarang hanya diving yang belum digemari orang Indonesia. Kebanyakan yang menggemari adalah orang asing (Sapta Nirwandar). Kendala lainnya adalah sebagai berikut
1. Ekowisata bahari Indonesia semakin menggeliat, namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi. Pertama, masalah belum optimalnya pemanfaatan potensi pesisir dan pulau-pulau kecil. Kedua, masalah konektivitas. Terbatasnya infrastruktur, sumber daya manusia, dan perizinan masih sulit.
Ketiga, masalah degradasi sumber daya alam yang bisa terjadi karena pencemaran, bencana alam, dan perubahan iklim. Saat ini hanya sekitar lima persen terumbu karang yang masih bagus. Keempat, belum tertatanya ruang laut melalui rencana zonasi wilayah pesisir dan sistem perizinan. Ruang bawah laut juga harus ditata karena Indonesia memiliki 16 juta hektare kawasan konservasi laut;
2. Kapasitas pengelolaan destinasi ekowisata bahari masih perlu didukung peningkatan SDM tata kelola bahari dalam standardisasi, higienis, packaging produk dsb;
3. Belum ada kejelasan terhadap kepemilikan pulau-pulau kecil yang tersebar di Indonesia yang sebenarnya berpotensi sebagai tempat ekowisata bahari. Tiap pulau memiliki estetika laut sebagai tempat wisata yang dapat menjadi sumber pemasukan negara;
4. Belum memiliki pelabuhan untuk cruise, yacht, serta marina berstandar internasional. Juga fasilitas pariwisata terintegrasi terutama di bidang bahari seperti halnya The Great Barrier Reef Marine Park di Australia yang seharusnya menjadi panutan Indonesia sehingga wisata bahari menjadi bidang pariwisata bahari yang menjanjikan.
Beberapa Hal yang Perlu Dicermati
1. Pembahasan tentang ekowisata bahari menjadi penting ketika kelestarian alam dan entitas yang melekat padanya perlu diselamatkan (dijaga dari kepunahan) sehingga pengelolaan ekowisata bahari perlu dilakukan secara khusus. Untuk itu, kegiatan ekowisata bahari harus menjadi kebutuhan primer yang dalam implementasinya harus berbasis masyarakat dan disesuaikan dengan kekuatan ekonomi masing-masing daerah.
Kegiatan tersebut harus pula dianggap sebagai jenis usaha yang berkelanjutan serta bermanfaat bagi lingkungan dan ekonomi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi;
2. Strategi pengelolaan ekowisata bahari di masa mendatang adalah segera menyelesaikan permasalahan-permasalahannya seperti status lahan, penentuan zonasi yang aman untuk kegiatan snorkeling dan diving yang jelas, penentuan daerah zonasi perlindungan laut untuk konservasi dan pemanfaatan agar berjalan secara bersinergis, pengelolaan sampah baik sampah dari aktvitas wisatawan maupun sampah yang datang dari dan ke laut, dsb;
3. Merumuskan program Save Our Sea antara lain Program Konservasi (Marine Diversity, Bio, and Geo Diversity) sebagai contoh konservasi biota laut: Program Edukasi (Wisata Bahari dan Wisata Edukasi serta Program Pemberdayaan masyarakat) secara terintegrasi dan berkelanjutan.
Program tersebut harus dapat dilakukan secara bersinergi dan terintegrasi, serta dapat diimplementasikan di daerah (pemda, komunitas, & bufferzone pelaku kawasan), sehingga program tepat sasaran dan sesuai kebutuhan masyarakat;
4. Bagi Indonesia sebagai negara maritim, ekowisata bahari tidak hanya menjadi objek pariwisata yang potensial untuk dikembangkan, melainkan juga menjadi kunci bagi upaya pendekatan pariwisata berkelanjutan terhadap perpaduan konservasi dan pengembangan taman wisata perairan agar daya tarik pariwisata yang terus hidup;
5. Tujuan kegiatan ekowisata bahari adalah membentuk kesadaran dalam melestarikan wilayah lautan dan pesisir di masa kini dan mendatang. Ekowisata bahari merupakan bentuk implementasi dari lintas sektor antara pariwisata dan kelautan, dengan mengembangkan dan memanfaatkan objek daya tariknya berupa kekayaan alam yang indah, serta keragaman flora dan fauna, seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan;
6. Segmen pasar ekowisata bahari masih sangat besar. Wisman yang datang ke Indonesia, 70% memiliki tujuan ke laut. Wisatawan nusantara (wisnus) masih tergolong kecil persentasenya. Agar ekowisata bahari tetap berkelanjutan, maka (a) masyarakat diberi kewenangan mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata sesuai visi dan harapan masa depannya.
(b) Ekowisata dikembangkan sebagai salah satu program usaha - menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat. (c) Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya.
(d) Peningkatan layanan dengan sentra sebagai edukasi, promosi, dan pendampingan manajemen di spot bahari. (e) Peningkatan promosi, UMKM kreatif bagi pelaku usaha. (f) Akses edukasi pembiayaan dengan sistem bagi hasil untuk peningkatan produktivitas bahari.
Akhir kata, walaupun memiliki potensi wisata bahari yang sedemikian besar, Indonesia masih dianggap kalah dengan negara-negara tetangga dalam hal mendatangkan wisatawan mancanegara. Penyebabnya tak lain adalah kemampuan Indonesia mengemas objek wisata masih kurang, prasarana juga belum memadai termasuk aksesibilitas mulai dari transportasi hingga akomodasinya, ditambah lagi faktor biaya yang mahal.
Tak perlu menyalahkan satu sama lain. Yang penting, saat ini maupun sampai kapanpun dibutuhkan gawe bersama yang terintegrasi antara pelaku bisnis wisata, pemerintah baik lokal maupun pusat, serta pelibatan aktif dari masyarakat setempat. Ayo majulah bangsaku. Berani terima tantangan?
Pertanyaannya, kenapa harus berani menerima tantangan? Karena Annie Van De Wiele mengatakan: seni menjadi seorang pelaut adalah tidak menyia-nyiakan kesempatan.
Pernyataaan ini menjadi wajar dan relevan karena sebagai anak bangsa maritim, harusnya kita mulai sadar untuk tidak selamanya menjadi buruh dilaut kita sendiri, dan menjadi penonton di kemajuan tanah garapan kita sendiri. Kita harus mampu memanfaatkan peluang dan tantangan untuk mencapai kesejahteraan dan masa depan masyarakat sesuai amanat konstitusi.
Kita harus bangkit dan berlari kencang untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Seperti kata bijak Aristoteles: Kita harus membebaskan diri kita dari harapan laut akan tenang. Kita harus belajar untuk berlayar di angin kencang. – Aristoteles.
Keterlibatan aktif masyarakat ikut serta dalam pembangunan ekowisata bahari yang berkelanjutan akan menjadi darah segar untuk mencapai tujuan kesejahteraan bagi dirinya, sekaligus pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Sehingga tidak berlebihan jika masyarakat sudah bisa berkata lantang seperti Jimmy Dean: Aku tidak bisa mengubah arah angin, tapi aku bisa menyesuaikan layarku untuk mencapai tujuan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: