- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Pemerintah Salah Strategi, Batasi Pembelian Pangan Justru Indikasi Pasokan Tipis
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, adanya pembatasan pembelian pangan tidak akan berjalan efektif. Pembatasan ini justru dikhawatirkan akan membuat konsumen berpikir bahwa ketersediaan komoditas pangan di pasaran memang terbatas dan tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka.
Persepsi inilah yang, salah satunya, mendorong konsumen melakukan panic buying. Usai pengumuman dua pasien pertama yang positif terinfeksi Covid-19 oleh Presiden Joko Widodo, kepanikan konsumen terjadi dan pada akhirnya memengaruhi perekonomian nasional.
Ia menambahkan, pembatasan pembelian pangan bukannya menstabilkan pasar. Hal ini justru bisa menjadi alasan bagi konsumen membeli komoditas pangan melebihi dari jumlah yang sesungguhnya mereka butuhkan.
Baca Juga: Tim Pakar Siapkan 2 Jurus Taklukkan Corona, Masyarakat Patuhi Ya!
Selain membuat konsumen panik, larangan ini membuka kemungkinan terjadinya tindakan diskriminatif di toko berbeda. Misalnya, pada ritel di bawah asosiasi bisa saja patuh atas pembatasan, namun tidak patuh pada toko lain yang tidak berada di bawah asosiasi. Hal ini tentu akan merugikan konsumen. Selain itu, menurutnya, perubahan harga banyak terjadi di pasar tradisional.
Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), sejak 31 Desember, di saat Pemerintah China melaporkan kasus virus corona pada WHO, tidak ada perubahan harga di pasar modern pada Beras Kualitas Bawah II maupun Super I, masing-masing masih Rp15.600 dan Rp20.750. Namun, ada kenaikan harga cukup signifikan di pasar tradisional. Sejak 31 Desember ke hari ini, Beras Kualitas Bawah II naik 5,58% dan Beras Kualitas Super I naik 4,20%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti