Siapa yang menyangka bencana pandemik virus corona ini menjadi begitu hebat di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, yang notabene merupakan konsentrasi penduduk dan industri negara ini ?
Pemerintah berusaha keras menghadapi yang menjadi lebih buruk akibat kebandelan masyarakat terhadap seruan 'jaga jarak' alias social distancing dan kebobrokan mental sekelompok orang yang memanfaatkan situasi sebagai ladang bisnis.
Mulai dari sanitizer, hazmat (APD), masker, dan lain-lain, banyak dikuasai para opportunis miskin kemanusiaan memperpanjang rantai pasok, sehingga sekalipun untuk donasi, harus ditebus dengan harga tinggi. Jangan sebut ini sebagai 'weiji' alias peluang di balik bencana, lebih tepat disebut: kurang ajar.
Baca Juga: Dikepung Corona, OJK: Stabilitas Jasa Keuangan Masih Terjaga
Sementara sektor manufaktur harus berhadapan dengan sejumlah LSM yang mengobarkan semangat lockdown, pabrik harus tutup dan karyawan dibayar. Alamat bakal lengkap sudah syarat rontok ekonomi negeri ini dengan tunggangan-tunggangan yang tak masuk akal.
Sektor ritel, UKM, pengusaha kuliner, juga bakal teriak tak lama lagi karena libur panjang ini.
Lalu, di mana solusi rasional yang dapat diterima semua pihak? Ini bukan sekadar teori dan bikin kata-kata imbauan, motivasi, dan slogan. Lupakan sejenak kata-kata manis sloganis tersebut, pikirkan apa yang harus dilakukan?
Saya sudah memberi saran ke rekan-rekan sektor manufaktur yang tetap harus berproduksi, apalagi ekspor.
1. Sediakan koridor sanitasi di pintu keluar masuk karyawan, periksa suhu mereka dan sediakan ruang isolasi darurat bila ditemukan kelainan.
2. Semprotkan sanitasi di ruang produksi.
3. Atur jumlah, jam kerja, dan jarak karyawan.
4. Berikan masker dan penyuluhan melalui pengeras suara, secara berkala.
5. Berikan vitamin dan sediakan air minum hangat di pabrik.
6. Atur transportasi mereka dan tersanitasi sebelum berjalan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: