Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Jago Kandang: Terbaik di Asia, Tapi Terpuruk di Dunia!

Rupiah Jago Kandang: Terbaik di Asia, Tapi Terpuruk di Dunia! Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Melansir dari Bloomberg, nilai tukar rupiah terdepresiasi sedalam -0,33% Rp16.505 per dolar AS pada pembukaan pasar spot Kamis (2/04/2020). Perlu diingat, pada penutupan pasar kemarin, rupiah berakhir dengan koreksi sedalam -0,86% dan jatuh ke level terdalamnya sepanjang sejarah di angka Rp16.475 per dolar AS.

Baca Juga: Rupiah Tembus Rp20.000? Perry Warjiyo: Sebagai Gubernur BI, Saya Katakan. . . .

Baca Juga: Bukan Rp16.400, Rupiah Ancang-Ancang Kabur ke Rp16.500, Paling Bobrok Se-Asia dan Dunia!

Dengan koreksi sedalam itu, artinya rupiah terdiskon sedalam -18,49% sejak awal tahun 2020 ini. Tekanan global yang dipicu oleh wabah virus corona menjadi sentimen utama yang membuat pergerakan rupiah menjadi sangat terbatas dan bahkan tertekan mendalam. 

Hingga pukul 09.30 WIB, rupiah bergerak di level Rp16.450 per dolar AS. Sayangnya, meski unggul terhadap euro (0,19%), rupiah bergerak tak berdaya di hadapan dolar Australia (-0,10%) dan poundsterling (-0,07%). 

Baca Juga: Bukan Tipu-Tipu! Nasib Emas Global dan Emas Antam: Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya!

Jago kandang, mungkin ungkapan tersebut cocok disematkan kepada rupiah. Pasalnya, rupiah yang tertekan secara global ternyata menjadi mata uang terbaik di Asia, paling tidak sampai dengan pagi ini. Rupiah tercatat unggul atas ringgit (0,82%), won (0,45%), baht (0,34%), yuan (0,30%), yen (0,27%), dolar Taiwan (0,18%), dan dolar Singapura (0,01%). 

Memang, mayoritas mata uang regional tengah ambruk berjamaah di hadapan dolar AS. Menyisakan dolar Singapura, dolar AS tanpa ampun menekan pasukan Asia yang meliputi baht, won, yen, dan yuan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: