Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Uni Eropa: Tak Hanya CPO, Tapi Juga Minyak Jelantah!

Uni Eropa: Tak Hanya CPO, Tapi Juga Minyak Jelantah! Kredit Foto: (Foto : Boldsky)
Warta Ekonomi, Jakarta -

Minyak goreng termasuk ke dalam salah satu komoditas sembilan bahan pokok atau sembako bagi masyarakat Indonesia. Indonesia memiliki sebanyak 65,5 juta rumah tangga sehingga wajar jika tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat konsumsi minyak goreng paling banyak di dunia.

Dalam publikasi Indonesia Oilseeds and Products Annual 2019 diketahui bahwa konsumsi minyak goreng rumah tangga di Indonesia mencapai 13 juta ton. Data United States Department of Agriculture atau USDA menunjukkan negara yang mengonsumsi minyak goreng paling banyak pada 2019 berturut-turut, yakni Indonesia, India, China, dan Malaysia.

Jumlah konsumsi yang banyak tersebut menghasilkan limbah minyak goreng yang juga banyak. Limbah yang disebut minyak jelantah tersebut berasal dari minyak goreng bekas pakai rumah tangga dan industri di Indonesia.

Baca Juga: Mantul! Disinfektan dari Cangkang Sawit?

Meskipun minyak jelantah ini merupakan limbah yang tentunya sudah terkontaminasi berbagai jenis residu penggorengan, namun minyak jelantah ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor jelantah Indonesia mencapai US$37,3 juta pada 2019. Nilai tersebut meningkat lebih dari tiga kali lipat jika dibandingkan 2012 yang sebesar US$11,6 juta.

Hal ini justru berbanding terbalik dengan nilai ekspor minyak sawit. Nilai ekspor minyak sawit pada 2019 tercatat sebesar US$ 3.640 juta, yang mana nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan 2012 yang sebesar US$6.677 juta.

Negara yang menjadi tujuan ekspor utama minyak jelantah Indonesia, yakni Singapura dan Belanda. Pada 2018, Indonesia mengekspor minyak jelantah ke Singapura senilai US$28,8 juta dan ke Belanda senilai US$22,5 juta.

 

Data Dinas Lingkungan Nasional (NEA) Singapura menunjukkan terdapat 13 perusahaan pengepul dan pengolah minyak jelantah di Singapura, salah satunya adalah Oil Village Singapore. Perusahaan ini bergerak di bidang daur ulang jelantah menjadi biodiesel, lilin, sabun, dan beragam komoditas lainnya.

Produk tersebut kemudian dijual kembali di pasar domestik maupun internasional. Menurut data perdagangan UN Comtrade, Singapura mengekspor hasil pengolahan minyak jelantah dalam bentuk biodiesel senilai US$2,5 juta.

Tidak hanya itu, Belanda juga menjadi importir minyak jelantah dari Indonesia yang kemudian diproses dan diolah kembali untuk menjadi biodiesel. Data UN Comtrade mencatat nilai ekspor biodiesel dari minyak jelantah Belanda pada 2018 senilai US$3,4 miliar. Lima negara pengekspor biodiesel terbesar di dunia, yakni Belanda, Jerman, Belgia, Spanyol, dan Indonesia dengan nilai impor US$1 miliar pada 2018.

Negara Uni Eropa sangat agresif dalam memproduksi biodiesel karena tuntutan dari Komisi Uni Eropa. Komisi Uni Eropa Bidang Energi, Perubahan Iklim, dan Lingkungan telah menetapkan petunjuk kualitas bahan bakar ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan manusia.

Berdasarkan laporan organisasi non-pemerintah, Transport & Environment, Uni Eropa akan mengurangi penggunaan minyak bahan makanan, dalam hal ini adalah minyak sawit, untuk diolah menjadi biodiesel.

Sumber yang sama mengungkapkan bahwa Uni Eropa menggunakan 65 persen minyak sawitnya untuk dijadikan bahan bakar. Dengan rincian, sebesar 53 persen diolah untuk bahan bakar mobil dan truk, serta 12 persen lainnya untuk bahan bakar pembangkit listrik dan pemanas.

Porsi minyak sawit sebagai bahan pangan mulai terdesak di Uni Eropa. Dengan kondisi demikian, negara-negara di Eropa berupaya memenuhi kebutuhan bahan biodiesel, salah satunya dengan mengimpor jelantah.

Baca Juga: Inilah Strategi PKS Hadapi Penurunan Ekspor Sawit!

Nilai impor jelantah negara-negara Eropa semakin meningkat. Belanda sebagai pengimpor terbanyak tercatat membeli jelantah senilai US$939 juta pada 2018. Tiga tahun sebelumnya, Belanda membeli jelantah dengan nilai transaksi US$534 juta.

Dengan semakin banyaknya negara dunia yang menerapkan kebijakan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, potensi ekspor minyak jelantah Indonesia dapat  akan semakin luas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: