Serem Guys, Karena Corona Obat Palsu Berbahaya Banyak di Pasaran
Di seluruh dunia, orang menumpuk persediaan obat-obatan yang mereka anggap penting. Namun dengan pembatasan wilayah di dua negara produsen obat terbesar di dunia, China dan India, permintaan kini melebihi pasokan. Maka meroketlah sirkulasi obat-obatan palsu.
Di minggu yang sama ketika Organisasi Kesehatan Dunia WHO mengumumkan pandemi virus corona, Operation Pangea, unit di Interpol untuk melawan kejahatan farmasi global, melakukan 121 penangkapan di 90 negara selama tujuh hari, yang disertai penyitaan terhadap obat-obatan palsu dan berbahaya senilai US$14 juta.
Dari Malaysia hingga Mozambik, petugas kepolisian menyita puluhan ribu masker dan obat-obatan palsu, beberapa di antaranya diklaim mampu menyembuhkan Covid-19.
"Perdagangan ilegal alat medis selama krisis seperti ini benar-benar memperlihatkan tiadanya penghargaan terhadap hidup orang,” kata Sekjen Interpol Jurgen Stock.
Baca Juga: Puji Tuhan... Obat Ini Mampu Bunuh Corona, Virus Mati dalam 48 Jam!
Menurut WHO perdagangan obat palsu “ termasuk di dalamnya obat tercemar, obat tanpa bahan aktif, atau obat kadaluwarsa “ nilainya bisa mencapai US$30 miliar di negara-negara miskin dan negara berpendapatan menengah.
"Hasil terbaik dari obat ini adalah: mereka tidak menyembuhkan apa-apa,” kata Pernette Bourdillion Esteve, anggota tim WHO yang mengurusi obat-obatan palsu.
"Tapi hasil terburuk dari obat ini bisa merugikan karena bisa jadi obat-obatan itu beracun."
Rantai pasok
Nilai dari industri farmasi global adalah triliunan dolar AS. Rantai pasok terbentang lebar dari pabrikan di China dan India, pengemasan di Eropa, Amerika Selatan atau Asia, hingga distributor pengirim obat ke seluruh dunia.
Kata Esteve, “Mungkin tak ada yang lebih terglobalisasi dibandingkan obat-obatan”.
Dan ketika banyak negara mengalami penutupan wilayah, rantai pasok global mulai berantakan.
Baca Juga: India Siap Lepas Pasokan Obat Anti-Malaria ke Luar Negeri
Beberapa perusahaan farmasi di India berkata kepada BBC mereka kini menjalankan 50-60% kapasitas produksi. India memasok 20?ri obat-obatan dasar di benua Afrika, dan dengan ini maka banyak negara di Afrika akan terpengaruh.
Ephraim Phiri, seorang apoteker di Lusaka, Zambia menyatakan ia sudah merasakan dampak itu. "Kami sudah kehabisan obat-obatan, dan tidak bisa memasok gantinya. Kami tak bisa apa-apa. Susah sekali dapat pasokan, terutama obat seperti anti biotik dan obat anti malaria".
Produser dan pemasok juga kepayahan karena bahan mentah untuk membuat tablet menjadi semakin mahal. Beberapa pabrik harus tutup sama sekali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: