Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Seberapa Penting Umumkan Angka Kematian PDP Bergejala Virus Corona pada Publik?

Seberapa Penting Umumkan Angka Kematian PDP Bergejala Virus Corona pada Publik? Kredit Foto: Antara/Moch Asim

Kenapa PDP meninggal perlu dibuka ke publik?

Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan bahwa meski dalam situasi keterbatasan sarana laboratorium, pemerintah seharusnya fleksibel melaporkan angka kematian PDP agar memberikan kepastian kepada masyarakat.

Ia menilai semua kematian PDP dengan gejala akut COVID-19 harus diperiksa untuk memastikan apakah pasien memang meninggal karena COVID-19 atau tidak. Dengan demikian, masyarakat tidak dibingungkan dengan protokol pemakaman yang harus dijalankan.

"Supaya keluarga (yang meninggal dunia) juga tahu, kalau keluarganya tahu dia kontak sama yang COVID-19 positif, dia harus juga diperiksa supaya diyakini tidak menular pada keluarganya, kalau ternyata keluarganya positif ya harus diisolasi,” kata Pandu kepada DW Indonesia, Selasa (28/4/2020).

Pandu juga menyatakan bahwa hal ini sejatinya memperlihatkan kapasitas laboratorium pengujian COVID-19 di Indonesia yang sangat terbatas, sehingga menyebabkan data pemerintah pusat dengan data di daerah menjadi tidak konsisten.

Seperti di DKI Jakarta, Data dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Pemprov DKI Jakarta dalam paparan Gubernur DKI Jakarta yang diterima DW, menunjukkan bahwa sejak 6 Maret 2020 hingga 26 April 2020, telah dilakukan 1.472 pemakaman jenazah dengan kategori penyakit menular dan dengan protap COVID-19. Jumlah ini lebih besar dari angka resmi pemerintah tentang kematian akibat COVID-19 di DKI Jakarta, yaitu sebanyak 370 kematian.

Dalam paparan itu, disebutkan bahwa dua faktor menjadi penyebabnya, yaitu pasien sudah meninggal dunia sebelum sempat dilakukan tes, atau korban sudah dites tapi meninggal dunia sebelum hasil tes definitifnya keluar.

Tes COVID-19 Indonesia salah satu yang paling rendah di dunia

Terkait data tes COVID-19 di Indonesia, satuan gugus tugas dalam laporan hariannya memang hanya memasukkan data pengujian antigen berbasis real time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) saja.

Sampai pada 28 April 2020, Indonesia dilaporkan baru melakukan uji RT-PCR terhadap 79.618 orang di 46 laboratorium. Sebanyak 62.544 kasus spesimen yang diperiksa didapatkan data 9.511 positif dan 53.033 negatif.

Merujuk pada data Worldometers.info yang menampilkan data pandemi COVID-19 di seluruh dunia, Indonesia, negara dengan populasi lebih dari 250 juta penduduk menjadi salah satu negara dengan tingkat pengujian COVID-19 terendah di dunia, yaitu sekitar 291 per 1 juta populasi dengan total pengujian sejauh ini sekitar 79.618.

Sebagai perbandingan, Singapura memiliki tingkat pengujian sebanyak 20.815 per 1 juta populasinya dengan total pengujian sejauh ini sebanyak 121.774. Amerika Serikat menjadi negara dengan total pengujian terbanyak yaitu lebih dari 5 juta pengujian dengan tingkat pengujian sebesar 17.211 per 1 juta populasi.

Meskipun pemerintah telah mendistribusikan lebih dari 436 ribu reagen RT-PCR ke seluruh daerah di Indonesia untuk mempercepat pengujian sampel secara masif, Pandu menilai kebutuhan tersebut masih kurang. Menurutnya, arus logistik terkait kebutuhan reagen ini perlu dijamin agar tidak terjadi kelangkaan yang menyebabkan laboratorium tidak berfungsi.

"Penduduk Indonesia kan 250 juta, PDP seluruh Indonesia berapa? Tiap hari nambah terus,” pungkas Pandu.

"Kita tidak bisa memperkirakan tapi kira-kira untuk Jawa Barat itu minimal harus tersedia 400.000 kita pernah hitung kebutuhannya,” tambahnya.

Tak hanya itu, Pandu juga menilai rapid test yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan wabah yang saat ini terjadi karena tingkat akurasinya yang rendah.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: