Kendati istilah trendinya Quantitative Easing, pada dasarnya artinya sama-sama cetak uang. Jadi, tegas Rizal, jangan dibandingkan dengan Amerika. Negeri Paman Sam itu tentu tidak ada masalah jika cetak uang karena Amerika bisa menjual dolar di seluruh dunia.
Begitu juga Eropa dan Jepang juga bisa cetak uang lebih daripada yang seharusnya. Sebab misalnya, pertumbuhan uang biasanya 10%, dia tingkatkan tiga kali, tidak ada masalah karena Eropa dan Jepang punya cadangan devisa yang besar.
Nah, sementara cadangan devisa Indonesia selama enam bulan terakhir berasal dari uang pinjaman, bukan dari surplus ekspor. Uang pinjaman bunga mahal itu digunakan untuk memompa (macro-pumping), maka bisa berbuntut celaka. Tercatat hingga saat ini, Bank Indonesia sudah memompa Rp350 triliun sampai dengan April untuk memperkuat rupiah.
"Nambah kuatnya hanya sedikit. Lalu, diumumkan akan mompa lagi Rp130 triliun. Saya dengar orang-orang di pasar lagi nungguin agar rupiah menguat sampai Rp14 ribu per US$. Setelah itu, mereka akan beli US$ lagi karena dia tahu rupiah tidak akan bertahan di bawah Rp16 ribu. Jadi, ini permainan yang sangat berbahaya," ujar Rizal Ramli mewanti-wanti.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: