"Tampaknya Kementerian BUMN memaksa direksi baru Perumnas untuk melunasi gagal bayar tersebut," kata Toto Pranoto Managing Director di Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia.
Menurut Toto, model bisnis yang dilakukan oleh Perumnas memang berisiko mengalami mismatch dalam hal pembiayaan. Alasannya, BUMN ini membidik segmen kelas menengah bawah dengan konsep membangun rumah ukuran mungil. Konsep membangun rumah kecil untuk segmen bawah adalah bangun dulu, baru jual. Inilah yang berpotensi menyebabkan mismatch.
Di saat yang bersaman, April lalu, Direktur Utama PT PLN Zulkifli Zaini meminta penundaan pembayaran utang yang jatuh tempo tahun ini. Dia mengatakan, pihaknya saat ini tengah meminta bank untuk melakukan reprofiling utang hingga tahun depan. Hal itu disampaikan Zulkifli saat rapat virtual dengan Komisi VII DPR, Rabu (22/5/2020) lalu. Utang jatuh tempo yang harus dibayarkan PLN tahun ini sebesar Rp35 triliun.
"Ini merupakan tanggung jawab kami untuk dipenuhi dengan baik. Kami juga sedang melakukan pendekatan pada bank-bank untuk melakukan reprofiling dari pokoknya," kata Zulkifli.
Di tengah pandemi Covid-19, PLN tengah menanggung beban finansial yang berat lantaran melorotnya permintaan listrik yang berdampak pada penurunan pendapatan. Menurunnya, pendapatan ini karena penjualan listrik yang merosot akibat pelemahan konsumsi, terutama kelompok pelanggan industri, kafe, restoran, dan lain sebagainya.
Untuk setiap penurunan 1% permintaan listrik berakibat turunnya pendapatan PLN sebesar Rp2,8 triliun. Itu sebabnya di 2020 ini PLN pun memotong target pendapatan sebanyak 15%. Menurut perhitungan Zulkifli, tahun ini pendapatan yang akan diterima PLN akan berkisar Rp257 triliun, atau turun 14,6% dari perkiraan sebelumnya sebesar Rp301 triliun.
Di tengah menurunnya pendapatan, PLN masih dituntut menjalankan kebijakan pemerintah untuk menggratiskan listrik untuk pelanggan 450 VA dan memberikan diskon 50% untuk pelanggan 900 VA. Belum lagi, kewajiban terhadap utang-utang dari global bond akibat dari menjalankan program pembangunan pembangkit listraik 35 ribu MW. "Jadi sebenarnya tidak mengherankan jika PLN akhirnya mengalami bledding," kata Toto Pranoto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: