Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Ingin Dipermainkan, Palestina Ogah Terima Hasil Pajak dari Israel

Tak Ingin Dipermainkan, Palestina Ogah Terima Hasil Pajak dari Israel Seorang pengunjuk rasa Palestina mengibarkan bendera Palestina saat bentrok dengan pasukan Israel dekat perbatasa dengan Isral di selatan Jalur Gaza, Jumat (2/2). | Kredit Foto: Antara/Ibraheem Abu Mustafa
Warta Ekonomi, Ramallah, Tepi Barat -

Otoritas Palestina (PA) pada Rabu (3/6/2020) menegaskan penolakan untuk menerima pendapatan pajak yang dikumpulkan atas namanya oleh Israel untuk Mei.

"Kami tegaskan bahwa kami menolak menerima pendapatan pajak dalam pelaksanaan keputusan kepemimpinan Palestina yang mengakhiri perjanjian dan kesepahaman dengan pemerintah Israel," kata Hussein al-Sheikh, kepala Otoritas Urusan Sipil PA, melalui Twitter.

Baca Juga: Ketika Palestina Berharap Rezim Putin Jadi Mediator Perdamaian dengan Israel

Pendapatan pajak, yang dikenal di Palestina dan Israel sebagai maqasa, dikumpulkan oleh pemerintah Israel atas nama PA pada impor dan ekspor Palestina. Sebagai imbalannya Israel mendapat komisi 3 persen dari pendapatan yang dikumpulkan.

Pendapatan pajak diperkirakan mencapai 200 juta dolar AS setiap bulan, di mana Israel mengurangi sekitar 40 juta dolar AS untuk layanan ekspor dan impor Palestina dan tagihan listrik. Pajak-pajak itu mewakili 63 persen dari pendapatan publik PA.

Namun, bahkan jika PA menerima pendapatan pajak secara penuh, mereka akan tetap mengalami penurunan pendapatan yang parah karena terkuncinya kegiatan ekonomi akibat pandemi Covid-19 selama tiga bulan terakhir.

Pada 20 Mei, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan penghentian semua perjanjian dan kesepahaman yang ditandatangani dengan Israel dan AS. Keputusan itu sebagai tanggapan atas rencana aneksasi Israel yang diusulkan untuk bagian-bagian Tepi Barat.

"Otoritas pendudukan Israel, sampai hari ini, harus memikul semua tanggung jawab dan kewajiban di depan komunitas internasional sebagai kekuatan pendudukan atas wilayah negara Palestina yang diduduki, dengan semua konsekuensi dan dampaknya berdasarkan hukum internasional dan hukum humaniter internasional," ujar dia.

Israel rencananya mencaplok bagian-bagian Tepi Barat yang diduduki di bawah rencana yang disetujui oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan sekutunya Benny Gantz, kepala partai Biru dan Putih.

Rencana itu muncul sebagai bagian dari "Kesepakatan Abad Ini" Presiden AS Donald Trump yang diumumkan pada 28 Januari, yang merujuk Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi dan mengakui kedaulatan Israel atas sebagian besar Tepi Barat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: