Bisnis pariwisata menjadi salah satu sektor terparah terkena dampak pandemi virus corona (Covid-19). Akibatnya, bisnis bidang jasa dan makanan pun ikut melempem, kehilangan pasar, dan sulit beroperasi.
Untuk membangkitkan sektor tersebut, diperlukan strategic thinking dan complex problem solving dalam proses bisnisnya, baik dalam hal mencari peluang, inovatif produk, teknologi yang digunakan, hingga cara mengomunikasikan dengan target market, yang akhirnya perusahaan tetap berjalan sehat.
Baca Juga: Cerita Fashion Influencer, Sukses Bangun Brand Sendiri hingga Bisnisnya Mulai Menggurita
Tahun ini mungkin tidak hanya ditandai sebagai awal dari dekade baru, bisa jadi awal dari perubahan hidup, termasuk pola makan dengan gizi optimal. Layanan pesan-antar akan menjadi arus utama industri kuliner, tren makanan plant-based juga akan mengalahkan restoran yang menyajikan daging dan jenis dairy lainnya.
Agus Soehadi, Wakil Rektor I Bidang Pembelajaran Universitas Prasetiya Mulya mengatakan, merespons tren industri makanan ke depan, S1 Food Business Technology Universitas Prasetiya Mulya menciptakan produk pangan baru yang sehat dan menggunakan teknologi terkini. Meski begitu, tetap sesuai dengan selera masyarakat.
Mahasiswa ditanamkan rasa empati dan kreativitas, seperti diajarkan di semester satu dalam mata kuliah Introduction to Food Business Technology, di mana setiap mahasiswa akan menjalani sesi pengembangan kreativitas untuk ideation terkait peningkatan nilai tambah produk pangan. Setelah itu, dalam mata kuliah Market Research and Consumer Behavior, mahasiswa akan belajar membuat respons berdasarkan riset pasar.
"Pada akhirnya, semua ilmu tersebut akan digunakan untuk mengembangkan produk dalam mata kuliah Food Business Creation serta membuat rencana bisnis berbasis teknologi pangan dalam Food Business Development," kata Agus.
Beralih ke dunia pariwisata, imbas pandemi Covid-19 terhadap sektor ini sangatlah besar. Tiket dan hotel banyak sekali mendapat permintaan refund karena orang tidak bisa liburan. Destinasi wisata sepi bahkan tanpa pengunjung sehingga menyebabkan perekonomian lokal hampir mati.
Untuk kebutuhan ini, Universitas Prasetiya Mulya mempersiapkan S1 Hospitality Business untuk dapat mengakomodasi kebutuhan para pelancong terhadap kekayaan budaya maupun kearifan lokal sebuah destinasi wisata. Kurikulum S1 Hospitality Business terdiri dari 60% hospitality and tourism serta 40% bisnis. Jiwa kewirausahaan dan strategic thinking juga diolah, misalnya dalam mata kuliah Consumer Behavior.
"Mahasiswa akan didorong untuk memiliki orientasi market yang kuat ketika terjun ke industri servis. Semua ini dilakukan agar lulusan dapat menjadi Hospitality Inovator yang memberikan pembaruan dalam industri hospitality," jelas Agus.
Guna mengantisipasi dunia kerja, beragam workshop disiapkan, mulai dari service quality, table manner, sampai Bahasa Mandarin dan IELTS. Harapannya, mahasiswa lebih fleksibel dalam mengaplikasikan ilmu teori yang telah dipelajari di kelas terutama di industri yang tentang perubahan.
Beberapa mata kuliah pun juga akan menerjunkan mereka ke dalam kerja praktik. Misalnya, dalam Hospitality Simulation Travel, mahasiswa secara berkelompok menyusun dan menjual paket travel dengan destinasi di Asia Tenggara.
Seperti disebutkan di awal, supaya bisa berjalan dengan sehat, industri pariwisata dan makanan memerlukan strategi branding yang tepat. S1 Branding Universitas Prasetiya Mulya berperan dalam menciptakan positioning yang tepat, mengomunikasikan kepada target market, dan menempatkan brand mereka sebagai top of mind dalam industri tersebut.
Menurut Agus, branding merupakan pendekatan modern terhadap ilmu marketing. Bukan sekadar logo dan packaging, branding memiliki nilai yang jauh lebih besar dan berperan dalam mempermudah proses pengambilan keputusan konsumen. Sebelum mengembangkan brand, marketer harus terlebih dahulu memahami konsumen.
"Itu sebabnya, pada tahun pertama, mahasiswa akan digiring untuk terjun ke dalam pikiran konsumen melalui mata kuliah Consumer Behavior, Consumer Insight, Research dan Customer Journey. Semua ilmu tersebut akan dibutuhkan pada saat menciptakan branding strategic yang memorable bagi konsumen," jelas Agus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: