Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sering Dapat Sikap Rasis, China Larang Warganya Pergi ke Australia

Sering Dapat Sikap Rasis, China Larang Warganya Pergi ke Australia Kredit Foto: Reuters/Carlos Garcia Rawlins
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Perdagangan dan Pariwisata Australia Simon Birmingham menuding China sama sekali tidak membantu meredakan ketegangan kedua negara dengan melarang warganya ke Australia.

Hari Sabtu lalu, Kementerian Budaya dan Pariwisata China mengeluarkan peringatan bagi warganya agar jangan berkunjung ke Australia dengan alasan adanya peningkatan serangan rasisme terhadap orang China dan keturunan Asia lainnya.

Baca Juga: Australia Klaim Punya Bukti Kalau Sistem Rudal Rusia yang Tembak Jatuh Malaysia Airlines MH17

Media pemerintah China menyebut larangan ini hanyalah reaksi atas apa yang mereka sebut sebagai "kebijakan anti China di Australia".

Dalam wawancara dengan salah satu program radio ABC, Senin (8/6/2020), Menteri Birmingham mengakui orang keturunan Asia kini menghadapi serangan rasisme sejak pandemi COVID-19. Namun ia menolak anggapan bahwa Australia tidak aman bagi turis asing.

Menteri Birmingham menegaskan Australia merupakan negara yang pemimpin dan masyarakatnya mengecam rasisme serta memiliki proses hukum yang jelas terhadap hal ini.

"Pandangan bahwa Australia bukan tujuan yang aman bagi pengunjung, sama sekali tidak beralasan," ujarnya.

Strategi Anti China

Harian berbahasa Inggris Global Times, salah satu media Partai Komunis China, menyebutkan larangan bagi warganya untuk bepergian ke Australia "hanyalah puncak gunung es".

"Jika Australia ingin mempertahankan keuntungan dari hubungan ekonomi dengan China, mereka harus mengubah sikapnya pada China saat ini, atau mereka tak akan mendapatkan manfaat dari konsumen China," tulis Global Times.

"Kerugian di sektor pariwisata mungkin hanya puncak gunung es dari hilangnya minat China [ke Australia]," tambah laporan tersebut.

Artikel lain dalam media tersebut menyebut larangan perjalanan itu terkait dengan sikap permusuhan Australia dengan bukti banyaknya tindakan rasis yang terjadi terhadap warga keturunan China.

Pelonggaran aturan pembatasan pergerakan aktivitas di Australia akan dilakukan secara bertahap.

"Australia seharusnya mempertimbangkan risiko ketika mereka mengeluarkan kebijakan anti China," katanya

"Australia telah menjadi kolaborator utama AS dalam strategi anti-China dengan mengorbankan hubungan China-Australia," demikian ulasan Global Times.

Ulasan itu lebih lanjut menuding Australia menyerang China dalam kasus COVID-19, serta melakukan tindakan bermusuhan ketika melarang Huawei ikut tender jaringan 5G serta membatasi investasi China di Australia.

Menurut Dr Delia Lin dari Universitas Melbourne, larangan perjalanan itu sebenarnya "tidak didasarkan atas kepedulian mengenai serangan rasis atau keselamatan warga negara China".

"Peringatan perjalanan ini tidak ada artinya … karena tidak ada yang bisa bepergian saat ini," katanya kepada ABC. "Hal ini dimaksudkan untuk merusak citra Australia saja," tambah Dr Lin.

Pengumuman larangan perjalanan itu dikeluarkan setelah bulan lalu China juga mengenakan tarif tinggi pada gandum serta melarang impor daging sapi Australia dari empat Rumah Pemotongan Hewan.

China mengecam langkah Pemerintahan PM Scott Morrison yang mendorong penyelidikan independen tentang penyebaran COVID-19 dari Wuhan.

Negara itu juga menyesalkan sikap Australia yang terus mempermasalahkan pelanggaran HAM terhadap warga Uyghur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang.

Menurut Profesor Jane Golley dari Australian National University, hubungan Australia dengan Cina sebenarnya telah memburuk sejak 2017.

"Saya melihat kita sudah memperlakukan mereka sebagai musuh sambil berusaha menjaga mereka sebagai mitra dagang dan investasi yang penting," katanya kepada ABC.

"Mereka tentu saja tersinggung dengan perlakuan kita terhadap mereka," tambahnya.

Multikulturalisme Australia

Ditanya apakah China ingin merusak hubungan diplomatik dengan mengeluarkan larangan perjalanan, Menteri Birmingham mengatakan hal itu tidak jelas.

"Pernyataan ini jelas tidak membantu. Itu tidak diragukan lagi," katanya.

Warga China tercatat sebagai sumber turis terbesar bagi Australia, mencapai 1,4 juta pengunjung jangka pendek pada tahun 2019.

"Larangan ini merupakan taktik intimidasi," kata Dr Delia Lin. "China tidak melihatnya sebagai intimidasi, mereka melakukannya sebagai cara menunjukkan kekuatan."

Menteri Birmingham mengatakan, kebijakan multikulturalisme Australia sangat menonjol di dunia.

"Itulah yang membuat saya frustrasi dan kecewa sehubungan dengan pernyataan China," katanya.

"Tidak diragukan lagi bahwa Australia adalah salah satu negara yang paling inklusif, salah satu negara yang paling toleran," tambahnya.

Menteri Birmingham mengaku terus berusaha berdialog dengan mitranya Menteri Perdagangan China, Zhong Shan, namun hingga kini belum mendapat tanggapan.

Menteri Zhong sebelumnya menyatakan pengenaan tarif impor 80 persen pada gandum Australia dilakukan dengan hati-hati.

Menurut Profesor Golley, China sudah sangat mahir dalam menggunakan tekanan ekonomi untuk mengirim pesan geopolitik.

Bantah peningkatan serangan rasis

Wakil Perdana Menteri Michael McCormack sebelumnya membantah adanya peningkatan serangan rasis di Australia.

"Belum ada gelombang kekerasan terhadap orang-orang keturunan China," katanya.

Sebelumnya dilaporkan adanya warga keturunan Asia yang mengalami insiden rasis di Australia di tengah pandemi.

Pada Maret lalu, mahasiswa asal Hong Kong di Hobart ditinju wajahnya karena mengenakan masker di sebuah supermarket.

Pada April, dua mahasiswa Universitas Melbourne dilecehkan secara verbal dan diserang secara fisik oleh dua wanita yang meneriaki mereka "coronavirus".

Pada bulan yang sama, polisi Queensland mengatakan ada 22 pelanggaran bermotif rasial terhadap warga keturunan Asia di negara bagian itu.

Pada bulan Maret, seorang remaja jadi tersangka karena menyerang backpacker asal Korea Selatan tahun dan menuduhnya sebagai pembawa virus corona ke Australia.

Sejumlah penyewa asal Asia juga diusir dari rumah sewa karena takut menyebarkan virus corona. Tindakan vandalisme terhadap rumah keluarga keturunan China terjadi tiga kali dalam satu minggu di bulan April.

"Apakah China benar-benar peduli dengan keselamatan warga mereka? Tentu saja," kata Profesor Golley.

"Selama COVID-19, kita melihat kedutaan mereka fokus pada keselamatan warga negara mereka," jelasnya.  "Tetapi kini mereka memanfaatkan hal itu untuk mengirimkan pesan politik," katanya.

Sejumlah warga keturunan China di Australia yang dihubungi ABC menyatakan larangan perjalanan yang dikeluarkan Beijing mungkin lebih merugikan.

Selama pandemi COVID-19, warga asing yang tinggal di China juga dilaporkan mengalami serangan rasis.

Sejumlah negara Afrika telah menyatakan keprihatinan atas perlakuan diskriminatif terhadap ekspatriat Afrika di China, termasuk menyita paspor, memaksa masuk karantina dan mengusir mereka dari tempat tinggalnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: