Dari empat pilihan itu, maka secara peraturan yang ada, peluang membantu Garuda hanya dimungkinkan dalam bentuk PMN atau investasi pemerintah. Tidak ada kemungkinan bantuan lain pada Garuda selain kedua hal tersebut.
Namun yang mengherankan, kenapa Kementerian BUMN juga Kementerian Keuangan sepertinya menolak apa yang ada dalam PP? Padahal itu menguntungkan negara. Kementerian BUMN dan Keuangan sepertinya memaksa agar bentuk bantuan harus dana talangan, berikut hari disebut pinjaman/utang.
Saya mencoba mencari apa dasar hukum yang membuat Kementerian BUMN maupun Kementerian Keuangan merasa yakin pemberian pinjaman pada Garuda dimungkinkan dan punya dasar hukum. Kalau hanya berdasarkan pada PP 23/2020 jelas pinjaman tidak masuk satu dari empat pilihan tersebut di atas.
Lalu mungkin tidak pinjaman diberikan? Kalau sekadar bicara mungkin atau tidak, tentu bisa membuka debat kusir yang sangat panjang. Nah, untuk keluar dari perdebatan ada baiknya mencari dasar hukum dalam undang-undang, peraturan pemerintah maupun peraturan menteri yang bisa menjelaskan lebih jauh tentang yang terkait dengan investasi pemerintah dan pinjaman.
Rujukan saya adalah UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 08/2007 tentang Investasi Pemerintah, serta Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 190/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah.
Dari uu, pp hingga permenkeu tersebut, menurut saya sekali lagi, sangat jelas bahwa bantuan yang bisa diberikan pada Garuda tetap tidak bisa dikategorikan pinjaman. Melainkan masuk kategori investasi yang berupa pembelian saham, obligasi, surat utang atau investasi langsung sebagai tambahan modal.
Di luar itu, pilihan lainnya ya PMN (Penyertaan Modal Negara). Dimana posisi pemerintah adalah sebagai pemilik modal. Bukan sebatas pemberi pinjaman. Tentunya dengan konsekuensi pemilik saham di luar pemerintah, sahamnya akan terdelusi. Sementara komposisi saham pemerintah semakin banyak. Mungkin bisa naik dari sekitar 60 persen menjadi 75 persen atau 90 persen. Bahkan bisa lebih.
Bila hal itu terjadi, maka seharusnya menteri BUMN dan menteri keuangan bangga dan senang jika saham negara bisa bertambah banyak di Garuda. Jadi, baiknya para menteri berjuanglah untuk PMN atau investasi pemerintah.
Bukan untuk pinjaman yang berpotensi melanggar PP 23/2020 dan UU 2/2020.
Bagaimana respons presiden saat saya menyampaikan hal itu? Presiden tidak marah, tidak menunjukan wajah kesal. Presiden mendengar, sembari membuat cukup banyak catatan dan berbicara menegaskan beberapa hal yang dirasa perlu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil