Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menakar Masa Depan Papua Demi Kedaulatan NKRI

Menakar Masa Depan Papua Demi Kedaulatan NKRI Mahasiswa asal Papua mengikuti Apel Kebangsaan di depan Monumen Mandala Pembebasan Irian Barat, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (2/9/2019). Apel kebangsaan yang mengangkat tema 'Dari Makassar untuk Indonesia Damai' tersebut diikuti dari sejumlah kalangan seperti TNI, Polri, mahasiswa dan masyarakat untuk menjalin persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. | Kredit Foto: Antara/Abriawan Abhe
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejumlah masalah masih menjadi topik pembicaraan bagi sejumlah kalangan terkait masa depan Papua. Terutama sejak diberlakukannya Otonomi Khusus (Otsus), yang ditujukan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Reno Mayor, Wakil Ketua Ikatan Mahasiswa Papua UI 2019, dalam online meeting mengangkat tema Menakar Masa Depan Papua, baru-baru ini mengapresiasi kebijakan Otsus Papua. Namun, menurutnya, penerapannya masih kurang tepat sasaran, sehingga sebagian masyarakat dimanja dengan Dana Otsus, sebagian lagi tidak atau belum tersentuh. Sedangkan mentalitas berjuang, kesadaran untuk bersaing, dan kualitas SDM belum merata.

Karena itu, menurut Reno, pemerintah harus mengajarkan kepercayaan diri dan kesiapan bersaing bagi masyarakat Papua. Pasalnya hal tersebut tidak diajarkan di bangku sekolah.

Baca Juga: Diskusi Berbau Rasial, BEM UI Harus Diberi Sanksi

"Maka sebaiknya ajarkan melalui sekolah di Papua, berikan akses pendidikan yang sesuai bagi situasi wilayah kami. Lalu, lakukan pemerataan dan tepatkan sasaran dalam penyerapan Dana Otsus," kata dia.

Chusnul Mariyah, akademisi UI, menjelaskan, eksploitasi SDA misalnya, Indonesia punya UU di mana dalam pengelolaannya, 10% milik daerah. Sayangnya, selalu diperjualbelikan. Karena itu, pasal tersebut harus dikunci agar 10% pengelolaan tidak diperjualbelikan, dan tunainya didapatkan dari dividen.

"Dalam memperkuat daerah Papua, pendekatan legal memang mudah, namun tidak kontekstual," ujar Chusnul.

Menurutnya, saat ini Papua dibelenggu tiga oligarki; politik, ekonomi, dan sosial. Jangan jadikan Papua sebagai ladang project-oriented oleh oknum politik. "Truth and reconciliation harus dilakukan, dan ikhtiar melalui interfaith dialogue. Perbedaan pandangan tentu boleh, namun jika ada self-determination yang merusak kedaulatan tentu juga ada aturan hukumnya."

Boy Markus Dawir, Tokoh Pemuda Papua, menambahkan, cara pandang para pemuda Papua saat ini terbagi menjadi dua, yakni pemuda pendukung NKRI dan yang bersebarangan dengan NKRI. Rata-rata, yang berseberangan merasakan ketidakhadiran negara dalam masyarakat Papua, terutama minimnya kesempatan pemuda Papua menjadi ASN, TNI atau Polri dan bagian lainnya sehingga bergabung dengan kelompok separatis.

Dia bilang, "Bergantung pada keseriusan negara, apakah mau menginventarisasi permasalahan besar hingga permasalahan kecil, seperti kasus HAM yang tidak kunjung selesai hingga kini. Hal seperti ini bisa menjadi bom waktu. Lakukan cara yang baik, bermartabat, toh kami sudah sampaikan rekomendasi kepada negara dan semoga ditindaklanjuti sesuai aturan hukum."

Imron Cotan, Duta Besar RI, juga mengatakan, di era teknologi saat ini, semua berusaha memonopoli kebenaran. Dari perspektif hukum dan sejarah, harus diakui bahwa ada kesalahpahaman isu Papua di Indonesia. Pertama, Papua dianggap sebagai entitas politik tersendiri bahwa Indonesia mengintegrasi Papua.

Mengenai tuduhan rasisme, diskriminasi, seperti yang disuarakan kelompok separatisme, menurutnya, salah tuduh dan tidak sepenuhnya terjadi. Diakuinya, memang ada beberapa oknum, namun mayoritas merasakan good under NKRI. Asumsi-asumsi separatisme hanyalah dibangun oleh ilusi.

"Saat ini pun, sejak adanya UU 21/2001 Otsus Papua, seluruh jabatan publik di Papua telah diduduki oleh OAP (Orang Asli Papua). Mari kita duduk bersama membicarakan permasalahan Papua tanpa membahas status politik Papua," ungkap Imron.

Michael Manufandu, senior Pamong Papua, menambahkan, sejak 2012-2013 Presiden SBY telah menyiapkan 1.000 anak untuk belajar di universitas agar lebih konstuktif, to be the leader of tomorrow. Otsus telah membangun wilayah-wilayah yang terisolasi karena keadaan geografis sehingga terjadi interaksi penduduk atau pembauran, serta menghadirkan pemerintah di sana.

Pemerintah juga telah melimpahkan wewenang, menyerahkan anggaran untuk memampukan rakyat sehingga Pemda memiliki kewenangan untuk mengatur rakyatnya. Infrastruktur sekarang sudah jauh lebih baik sejak pembangunan oleh Jokowi, cetus Michael.

Sementara itu, Wawan Hari Purwanto, Deputi Kominfo BIN, mengatakan, pihaknya sedang mempercepat segala bidang, sekolah, fasilitas, energi, air bersih, kebutuhan pabrik, perbatasan Papua, yang secara prinsip mempercepat penyetaraan Papua dengan provinsi lainnya.

"Terlebih saat ini, jelang PON Papua, kita juga bangun fasilitas olahraga dengan standar dunia. Kita kerjakan secara holistik demi mewujdukan keadilan sosial," tukasnya.

Baca Juga: Jokowi Kalah, Pemerintah Terbukti Sengaja Tutupi Kejahatan Genosida di Papua?

Dia melihat kreativitas di Papua telah diberdayakan sebagai kawasan ekonomi khusus yang terkenal di dunia, mendorong agar tumbuh cepat, termasuk penguatan distrik-distrik. Pendekatan ekologis, SDM digenjot habis, sebagaimana Reno Mayor, penerima Bidik Misi sejak SMA.

"Evaluasi Otsus terus dilakukan dengan melibatkan OAP. Jika ada yang merasa masih belum tersentuh, mohon dimaklumi karena begitu luasnya wilayah Papua," tutup Wawan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: