Menurut dia, dalam melakukan reshuffle tentu Presiden Jokowi akan melakukannya dengan berbagai pertimbangan. Soal kinerja bukan menjadi faktor tunggal menurutnya. Tapi faktor politis juga akan menjadi unsur penting dalam keputusan tersebut.
Terutama menurutnya adalah power sharing, antara partai pengusung dan pendukung hingga dengan relawan yang pada Pilpres 2019 lalu turut mendukungnya.
"Jika kemudian melihat pengalaman selama ini kebiasaan dilakukan bulan Juli-Agustus, reshuffle saya kira itu soal momentum karena telah melihat dan mengevaluasi kinerja menteri yang bakal di copot," katanya.
Pada periode 2014-2019, Presiden Jokowi setidaknya melakukan dua kali reshuffle kabinet. Yakni pada Agustus 2015 dan Juli 2016. Arif mengamini, bahwa memang Jokowi memiliki alasan kuat jika reshuffle dilakukan pada juli ini atau mungkin agustus.
Reshuffle pada juli atau agustus, menurutnya memiliki alasan logis karena kinerja menteri sudah mulai bisa diukur. Sebab pada bulan-bulan itu, menteri kabinet sudah bekerja hampir satu tahun, dan memang layak dievaluasi.
"Politis bulan Juli-Agustus jika jabatan menteri merupakan sebuah konsesi politik untuk parpol pendukung. Maka bisa dikatakan telah mendapatkan konsesi sepadan karena telah menjabat hampir setahun," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: