Presiden Joko Widodo (Jokowi) memarahi para menteri hingga mengultimatum membubarkan lembaga maupun melakukan reshuffle kabinet. Sebab, Jokowi melihat tidak ada progres yang signifikan dalam upaya percepatan penanganan wabah Covid-19.
Lalu, muncul spekulasi nama-nama yang bakal kena rombak oleh Presiden Jokowi dan beredar juga nama yang akan masuk dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju salah satunya Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Namun, Ahok tidak bisa menjadi menteri karena terbentur dengan aturan perundang-undangan yakni Pasal 22 huruf F Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Jika mau jadi pembantu Presiden Jokowi maka Ahok bisa mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: Kisah Ahok: Sakit Sekali di Tahanan Gara-Gara...
Dalam Pasal 22 huruf f UU 39/2008, disebutkan syarat untuk menjadi menteri yakni tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Nah, publik tahu kalau Ahok pernah dihukum penjara selama dua tahun atas kasus penodaan agama karena perbuatannya melanggar Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Meski dihukum dua tahun penjara, tapi ancaman pasal itu 5 tahun penjara.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memahami bunyi Pasal 22 UU 39/2008 terasa tidak adil bagi Ahok. Tapi perlu diingat, bahwa aturan tersebut berlaku bagi semuanya dan bukan hanya buat Ahok saja. Tentu, ada harapan sesungguhnya kalau pasal ini mau dipersoalkan.
"Datang saja ke MK untuk minta pembatalan pasal tersebut, atau tafsir pasal tersebut yang barangkali lebih menguntungkan siapa saja yang pernah divonis dengan ancaman 5 tahun penjara," kata Refly yang dikutip dari Youtube.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: