Ironi Program Nuklir Iran: Diciptakan dan Juga Diributkan AS
Vaez mengatakan pada titik ini, arti program nuklir Iran adalah "bermutasi." Iran di bawah Khomeini telah menolak program tersebut sebagai simbol Barat yang korup. Tetapi sekarang, lebih dari satu dekade setelah kematiannya, Iran berubah pikiran.
"Ini benar-benar narasi baru," kata Vaez, "dan di sekitar narasi inilah muncul rasa nasionalisme yang baru."
Baca Juga: Bikin Geger, Kapal Selam Nuklir Rusia Malah Keliaran di Denmark
Presiden Iran yang baru memenangkan jabatan pada tahun 2005, Mahmoud Ahmadinejad, adalah seorang pemimpin populis yang mempertanyakan Holocaust dan menentang Presiden Bush.
Dalam sebuah wawancara dengan NPR pada 2008, ketika ditanya apakah pemerintahnya memiliki "proposal yang dapat dibuatnya akan meyakinkan dunia tentang uranium Iran, Ia mengatakan: "Tentu saja, kami memiliki proposal."
Seperti Shah pada dekade sebelumnya, Iran bersikeras memiliki hak untuk program nuklir. Ahmadinejad bertahan, bahkan ketika rakyatnya tumbuh gelisah dan perekonomian mengalami penurunan tajam.
Pada Juni 2009, Ahmadinejad terpilih kembali dengan hasil suara yang diributkan. Protes meletus di jalan-jalan Teheran dan di tempat lain. Demonstran ditangkap, disiksa dan bahkan dibunuh. Ketidakpuasan segera ditekan.
Ketika pemerintahan Presiden Obama mencoba untuk merundingkan kesepakatan nuklir akhir tahun itu, berantakan. AS dan kekuatan lainnya mengeluarkan sanksi.
Menjelang 2013, saat pemilihan akan tiba, kerusuhan kembali terjadi. Rakyat Iran memilih presiden baru, Hassan Rouhani, yang berjanji untuk meningkatkan hubungan dengan dunia.
Para ulama yang memiliki kekuatan tertinggi mengizinkannya. Sementara itu, para diplomat Iran sudah diam-diam bertemu dengan AS.
Diplomat Amerika William Burns, sekarang presiden Carnegie Endowment for International Peace, memimpin Amerika dalam pembicaraan rahasia itu. Dia merasa saat yang tepat bagi Iran untuk berkompromi.
"Kami telah membangun, pada awal 2013, cukup banyak tekanan ekonomi internasional terhadap Iran," katanya kepada NPR pada Juli. "Anda harus ingat bahwa ekspor minyaknya turun 50 persen. Ini nilai mata uangnya, juga turun 50 persen."
Kesepakatan kerja sama program nuklir Iran tercapai pada 2015, melibatkan AS, Inggris, Prancis, Jerman, PBB, dan Iran.
Namun pada 2018, Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan yang terus dicela Israel dan sejumlah negara Arab itu. Dan kini, eskalasi konflik nuklir Iran kembali tinggi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: