Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan kerap menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur untuk mendorong daya saing nasional. Dengan meningkatnya daya saing nasional, akan membuat Indonesia menjadi lebih kompetitif menuju Indonesia Maju.
"Kita dikejar waktu karena persaingan antarnegara makin ketat. Negara berkembang yang akan maju itu negara yang mempunyai daya saing tinggi dan efisien, itu kenapa kita kebut jalan tol, pelabuhan, bandara pembangkit, itu karena daya saing," ungkap Presiden Jokowi dalam sebuah kesempatan.
Baca Juga: Jalan Tol Cibitung-Cilincing Ditargetkan Beroperasi Tahun 2021
Bicara infrastruktur dalam negeri, sampai saat ini memang masih tertinggal. Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2019 yang dikeluarkan World Economic Forum, infrastruktur Indonesia berada di peringkat ke-72 dari 141 negara di dunia. Di Asia Tenggara (ASEAN), peringkatnya masih di bawah Singapura (1), Malaysia (35), Brunei Darussalam (58), dan Thailand (71).
Itu sebabnya sejak pemerintahan Jokowi, pemerintah menjadikan infrastruktur sebagai prioritas pembangunan. Pemerintah juga menetapkan sejumlah proyek infrastruktur sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), untuk proyek yang dianggap strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan daerah.
Hingga saat ini pemerintah telah menetapkan setidaknya 293 PSN yang berlokasi tidak hanya di Pulau Jawa, tapi juga seluruh wilayah Indonesia. Salah satu PSN itu adalah Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS), yang dirancang sepanjang 2.765 kilometer membentang dari Lampung hingga Aceh. Sepanjang 2.048 kilometer di antaranya merupakan koridor utama atau main corridor yang meliputi Lampung–Palembang sepanjang 358 kilometer, Palembang–Pekanbaru 610 kilometer, Pekanbaru–Medan 548 kilometer, dan Medan–Banda Aceh 460 kilometer.
JTTS bukan proyek yang baru dirancang setelah pemerintahan Jokowi. Proyek yang dibagi dalam 24 ruas jalan itu sebetulnya telah mulai dilelang sejak tahun 2005. Sayangnya, lelang kala itu tidak membuat satu pun investor merespons. Lelang berikutnya kembali dibuka pada pada 2008, namun hasilnya sama, tak ada peminat.
Tidak cukup sampai di situ, pada 20 Februari 2012, Kementerian BUMN yang ketika itu dipimpin Dahlan Iskan, pun sempat menggelar pertemuan dengan para gubernur se-Sumatra di Palembang. Hasil pertemuan itu, forum menyepakati akan membentuk usaha patungan antara PT Jasa Marga sebagai wakil pemerintah pusat dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setiap provinsi di Pulau Sumatra untuk membangun jalan tol. Tugas BUMD membebaskan lahan yang akan dijadikan jalan tol.
Tanggapan positif dari para kepala daerah menunjukkan berapa antusias menyambut rencana pembangunan jalan tol dari daerah, terutama provinsi yang dilintasi. Namun gagasan tersebut pun tidak berjalan lancar.
Hingga pada akhirnya, menjelang masa akhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, keluar Perpres No.100 Tahun 2014 yang berisi penugasan PT Hutama Karya menjadi penggarap jalan tol Trans Sumatra. Perpres ini mengamanatkan PT HK membangun 4 (empat) ruas jalan tol Trans Sumatra, yakni Medan-Binjai (17 km), Palembang-Indralaya (22 km), Pekanbaru-Dumai (126 km), dan Bakauheni-Terbanggi Besar (139 km).
Simbolik peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan jalan tol pun dilakukan di ruas Medan-Binjai pada 10 Oktober 2014. Inilah momentum dimulainya pembangunan jalan tol yang sudah satu dekade diharap-harap warga Sumatra sejak lelang pertama.
Ketika pemerintahan berganti ke Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo, keluarlah Perpres No. 117 Tahun 2015 tetang perubahan atas Perpres No. 100 Tahun 2014. Inti perubahan dalam perpres itu bahwa target ruas yang dibangun bukan lagi 4 ruas dari 24 ruas tol yang akan dibangun, tetapi menjadi 8 ruas. Dari Perpres itu pulalah, pemerintah menunjuk PT Hutama Karya sebagai penggarap Tol Trans Sumatra.
Lima tahun berjalan, perusahaan pelat merah ini telah menyelesaikan pembangunan jaringan tol Trans Sumatra sepanjang 500 kilometer. Dari jumlah itu, sepanjang 368 km telah beroperasi penuh. Beberapa ruas tol tersebut antara lain ruas Bakauheni-Terbanggi Besar (Bakter) sepanjang 140 km, Terbanggi-Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (Terpeka) sepanjang 189 km, Palembang-Indralaya (Palindra) sepanjang 22 km, serta ruas Medan Binjai (Medbin) seksi 2 dan 3 sepanjang 17 km.
Baca Juga: Hutama Karya Target Trans Sumatera 500 Km Beroperasi Akhir 2020
Pada tahun ini, Hutama Karya melanjutkan pembangunan Trans Sumatra untuk beberapa ruas prioritas seperti ruas tol Pekanbaru-Dumai sepanjang 131 km dengan progres konstruksi 97% secara rata-rata, disusul ruas Sigli-Banda Aceh seksi 4 Indrapuri-Blang Bintang sepanjang 13,5 km dengan progres konstruksi 99%.
Kementerian PUPR sendiri menargetkan dalam kurun waktu lima tahun ke depan periode 2020 hingga 2024, Jalan Tol yang akan terbangun di seluruh Indonesia mencapai 2.500 km. Sebagian ruas yang ditargetkan tersebut, sekitar 2.000 km meliputi pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra yang ditargetkan keseluruhannya dapat selesai konstruksi pada 2024 mendatang.
Transformasi Hutama Karya
Wawancara Warta Ekonomi dengan Bintang Perbowo, Direktur Utama PT Hutama Karya saat penugasan tersebut diterima, mengungkapkan bahwa untuk melaksanakannya perusahaan yang didirinkan di era kolonial bernama Hollandsche Beton Maatstchappij yang berganti nama jadi Perusahaan Negara (PN) Hutama Karya pada 1960 ini harus melakukan transformasi diri karena adanya perubahan lingkungan strategis bisnis setelah mendapatkan penugasan tersebut.
Berbekal Perpres itu pula, status PT HK pun menjadi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Sebagai BUJT, tugas PT HK mencakup pendanaan, perencanaan teknis, pelaksana konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan. Jalan tol Trans Sumatra terbagi atas 17 ruas dengan 11 ruas menjadi prioritas untuk digarap. Transformasi itu merubah pula positioning perusahaan dari Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) menjadi pengembang infrastruktur multibisnis.
Adapun lima core business perusahaan yang akan digarap yakni: pertama, bisnis penugasan sebagai BUJT (investor dan pengelola jalan tol). Kedua, bisnis PT HK existing seperti jasa konstruksi, properti, dan manufaktur. Ketiga, bisnis baru yang diinisiasi 2016-2020 seperti manufaktur geosintetik, kawasan industri, rest service area (RSA) terintegrasi, manufaktur perlengkapan jalan tol, dan fiber optic. Keempat, bisnis baru inisiasi 2020-2025 seperti kawasan industri, pipa gas, menara BTS telepon seluler, dan air baku. Kelima, bisnis baru yang belum ditentukan seperti fabrikator baja, rel kereta api, pengembang properti, rumah sakit, kawasan rekreasi, dan hotel.
Holding Terbesar Jasa Konstruksi
Membaca arah pengembangan bisnis PT HK, Toto Pranoto, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia mengatakan, Hutama Karya akan menjadi perusahaan yang kaya akan kreasi bisnis-bisnis baru seiring dengan dibangunnya Jalan Tol Trans Sumatra. Itu artinya, ketika Sumatra bertumbuh secara ekonomi dengan hadirnya jalan tol, PT HK pun akan ikut terkerek seiring dengan inisiasi bisnis-bisnis yang akan digarap.
Memang dalam pelaksanaannya tidak semudah membalikkan telapak tangan, pemerintah dan Hutama Karya harus membuat strategi, bagaimana ketika jalan tol dibangun sesegera mungkin dapat menghasilkan. Strategi itu bisa dalam bentuk prioritas pembangunan jalan tol di daerah-daerah yang langsung membangkitkan perekonomian.
Baca Juga: Mantap! Hutama Karya Raup 3 Penghargaan CSR Sekaligus
"Jadi bukan hanya antarwilayah tersambung, tapi value creation-nya apa," ujar Toto.
Selain itu, dalam membangun jalan tol, pendapatan tidak cukup hanya mengandalkan fee dari pemakaian jalan tol yang sudah dibangun. Maka dari itu, sudah sangat tepat ketika Hutama Karya juga mengerjakan bisnis penunjang yang terkait dengan pembangunan jalan tol. Seperti rest area, kawasan industri tertentu, itu akan meningkatkan bisnis dari HK. Karena ketika kawasan industri berkembang, investor akan masuk, dari situ HK memperoleh fee dan pendapatan.
"Karena tidak mungkin tol fee saja. Tapi harus di-support pendapatan lain di lain itu (jalan tol), pengelolaan industri dan properti sepanjang jalan tol dibutuhkan. Supaya HK dapat pendapatan lain," ujar Toto.
Untuk mewujudkan proyek JTTS, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun telah menunjuk Budi Harto sebagai Direktur Utama Hutama Karya yang baru. Atas penunjukkan tersebut, Toto Pranoto sebagai pengamat BUMN, meyakini adalah sosok yang tepat untuk menggantikan Bintang Perbowo dan melanjutkan proyek besar JTTS.
Budi Harto bukanlah orang baru di perusahaan karya. Pria kelahiran Boyolali 11 September 1959 ini telah meniti karir di PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sejak 1984 silam, hingga menjabat sebagai Direktur Utama PT Adhi Karya sejak 2016. Dengan pengalaman panjang di bisnis kontruksi, Toto yakin Budi Harto akan mampu menyelesaikan core bisnis yang telah dirancang mengikuti penugasan Hutama Karya sebagai pelaksana tugas pembangunan JTTS.
Akhirnya, sebagai BUJT, jika HK betul-betul berfungsi sebagai Kepres, HK akan bisa menyeimbangkan bisnis yang sudah dibangun, mulai dari keseluruhan aktivitas seperti industri dan pembangunan pusat ekonomi. Dengan menyelesaikan jalan tol dan bisnis lainnya, HK akan menjadi holding besar di jasa konstruksi yang bukan hanya BUJT, tapi juga mengembangkan keseluruhan industri yang dibangun.
Tidak hanya bagi HK, hasil pembangunan yang telah diselesaikan tentu juga akan bermanfaat mendongkrak pertumbuhan perekonomian daerah. Itulah tujuan pemerintah membangun infrastruktur di seluruh daerah di Indonesia, untuk meningkatkan daya saing menuju Indonesia Maju hingga ke daerah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum