Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bertemu Megawati, Gibran: Saya Siap Tempur!

Bertemu Megawati, Gibran: Saya Siap Tempur! Kredit Foto: Antara/Mohammad Ayudha

Dengan pencalonan yang cenderung di penghujung batas waktu, koalisi tidak berbasis gagasan dan ideologis, tetapi sebatas memenuhi persyaratan. Titi menyebutkan, dari 31 daerah 20 di antaranya menunjukkan kecenderungan calon tunggal yang kuat.

Ia menyebutkan, 20 daerah itu antara lain Kota Semarang, Kota Surakarta/Solo, Kebumen, Grobogan, Sragen, Wonosobo, Ngawi, Wonogiri, Kediri, Kabupaten Semarang, Kabupaten Blitar, Banyuwangi, Boyolali, Klaten, Gowa, Sopeng, Pematang Siantar, Balikpapan, dan Gunung Sitoli.

Baca Juga: Jika Bisa Adu Strategi Ini, Pilkada 2020 Jadi Momentum Emas

Menurut Titi, calon tunggal bertransformasi dari upaya mengatasi kebuntuan politik menjadi cara memastikan kemenangan sejak awal dengan menghindari kompetensi tanpa kehadiran calon lain. Hal itu dilihat dari fenomena calon tunggal di pilkada Tanah Air selama ini.

Di samping itu, Titi merekomendasikan perbaikan pada empat hal, yakni perbaikan regulasi, demokratisasi kelembagaan partai politik, penegakan hukum yang efektif, dan membangun kesadaran masyarakat. Ia juga mengusulkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk menghindari dampak buruk dari calon berlatar belakang dinasti dan calon tunggal.

Salah satunya adalah dengan memberikan atau menghadirkan alternatif calon alternatif agar tercipta pemilu yang kompetitif. Caranya, menurut Titi, merekonstruksi keserentakan pemilu menjadi pemilu serentak nasional (DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden) dan pemilu serentak daerah (DPRD dan kepala daerah).

Namun catatannya, harus dihapus ambang batas pencalonan sebagai konsekuensi keserentakan pemilu legislatif dan kepala daerah dengan sistem pluralitas atau satu putaran. Kemudian, lanjut Titi, penyerahan visi, misi, dan program, bukan hanya sekadar formalitas.

Berikutnya, debat kandidat didesain optimal mengeksplorasi dan membedah visi, misi, dan program calon, bukan hanya seremoni. Tak kalah penting, pembatasan belanja kampanye dan jaminan pengaturan akuntabilitas dana kampanye.

"Karena lagi-lagi kenapa mereka bisa menang juga beberapa hal melibatkan aktivitas yang tidak akuntabel terutama terkait dengan penggunaan uang," kata Titi.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: