Kisah Perusahaan Raksasa: Sinopec, Kerajaan Minyak Milik China
Dalam laporan Forbes pada 2019, perusahaan minyak dan gas milik negara terbesar di China naik satu peringkat —yang sebelumnya ada di nomor 3— ke peringkat 2. Naiknya peringkat ini berkat kenaikan tajam dalam pendapatan dan laba pada 2017, dan juga kemampuan Sinopec untuk menghindari ketidakstabilan geopolitik dunia.
Penjualan Sinopec melonjak 27 persen pada 2018. Sementara keuntungan meningkat lebih dari tiga kali lipat. Hasil ini sebagian besar didorong oleh permintaan yang kuat di dalam negeri untuk produk gas dan kimia.
Lonjakan di pasar dalam negeri Sinopec itu mengimbangi tahun yang tidak stabil, berkat volatilitas harga minyak mentah, meningkatnya ketegangan antara AS dan China —yang membuat perusahaan tersebut menghentikan sementara impor minyak mentah AS.
Sinopec pernah mencatatkan rekor kerugian perdagangan hampir 690 juta dolar AS, pada kuartal keempat 2018, karena hasil perdagangan spekulatif yang tidak tepat waktu.
Untuk memenuhi permintaan energi China yang sangat besar, Sinopec secara aktif mengejar konsesi sumber daya di luar negeri. Di bawah Presiden Xi Jinping, pemerintah China ingin mengarahkan ekonomi ke lintasan pertumbuhan yang lebih lambat tetapi lebih stabil. Saat ini perseroan fokus pada pengembangan shale gas di China.
Pada saat yang sama, ini mempercepat reformasi manajemen. Privatisasi SPBU adalah salah satu inisiatif Sinopec. Namun profitabilitas Sinopec jauh lebih rendah daripada saingan utama di AS dan Eropa, menunjukkan inefisiensi tetap ada.
Mengutip laporan Reuters, berdasarkan survei Kementerian Ekologi dan Lingkungan, konsentrasi partikel udara di China sebanyak 61 mikrogram per meter kubik. Karena itu, China, sebagai negara yang bergulat dengan polusi udara yang parah acap kali mendapat serangan tajam soal buruknya kualitas udara. Alhasil, para kritikus mengatakan Sinopec wajib dan harus berbuat lebih banyak untuk melindungi lingkungan udara di China.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto