Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Putus Hubungan dengan Israel, Arab Saudi Cuma Pencitraan

Putus Hubungan dengan Israel, Arab Saudi Cuma Pencitraan Kredit Foto: Reuters/Ronen Zvulun
Warta Ekonomi, Jakarta -

Arab Saudi pada Rabu pekan lalu memastikan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sampai perdamaian dengan Palestina tercapai dan diakui secara internasional. Hal ini disampaikan Arab Saudi menyusul normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA).

Abdul Sattar Ghazali, pemimpin redaksi Journal of America, dalam sebuah artikel berjudul "Why Saudi Arabia declines relations with Israel?" dalam Milli Gazette, menilai langkah Saudi itu untuk membendung persepsi yang berkembang di Dunia Arab dan Muslim, terutama setelah UEA menjalin hubungan dengan Israel.

Arab Saudi sebagai negara kerajaan yang lekat dengan gelar "Penjaga Dua Masjid Suci" di Makkah dan Madinah, tentu tidak boleh membuat marah dan mengabaikan jutaan orang Arab dan Muslim yang menuntut keadilan bagi Palestina. Apalagi Saudi juga merupakan ketua dari 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Baca Juga: Kenapa Arab Saudi Tolak Hubungan dengan Israel? Ini Kata Pakar

Namun, negara-negara Muslim besar seperti Turki, Pakistan, dan Malaysia secara tegas mengutuk kesepakatan UEA-Israel. Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia, mengungkapkan ketidaksenangannya dengan tidak berkomentar. Kehebohan yang diciptakan kesepakatan UEA-Israel mereda ketika Kesultanan Oman melalui Menteri Luar Negerinya, Yusuf bin Alawi, berbicara dengan Menteri Luar Negeri Israel Gabi Ashkenazi setelah kesepakatan UEA-Israel.

Menurut pernyataan tentang panggilan tersebut yang dikirim ke Middle East Eye, keduanya berbicara tentang perlunya memperkuat hubungan. Para menteri setuju untuk mempertahankan hubungan kontak langsung secara terus menerus dan melanjutkan dialog penting antara kedua negara untuk memajukan proses normalisasi di kawasan itu.

Menteri intelijen Israel menyebutkan, Bahrain dan Oman bisa menjadi negara Teluk berikutnya yang mengikuti UEA dalam meresmikan hubungan dengan Israel. David Hearst, pemimpin redaksi Middle East Eye, mengatakan kesepakatan UEA-Israel adalah realitas virtual. Ini akan terhempas oleh pemberontakan populer baru tidak hanya di Palestina tetapi di seluruh dunia Arab. 

Dia menunjukkan bahwa persentase orang Arab yang menentang pengakuan diplomatik Israel telah meningkat, bukan malah menurun, dalam dekade terakhir. Indeks Opini Arab mengukur tren ini. Pada 2011, 84 persen menentang pengakuan diplomatik. Pada 2018, angkanya mencapai 87 persen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: