Semakin populer di pertengahan 2020, peluang dan nilai ekonomi ekspor cangkang kelapa sawit (Palm Kernel Shell/PKS) semakin seksi. Cangkang merupakan limbah yang dihasilkan dari pemrosesan kernel inti sawit dengan bentuk seperti tempurung kelapa dan mempunyai kalor sekitar 3.500–4.100 kkal per kg.
Cangkang sawit mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan arang maupun bahan bakar lainnya. Dibandingkan batu bara, cangkang sawit memiliki kelebihan sebagai bahan bakar yang ramah terhadap lingkungan karena tidak mengandung sulfur sehingga tidak menghasilkan gas pencemar (SO2).
Dalam proses pengolahan tandan buah segar (TBS), setiap 1 ton TBS akan menghasilkan cangkang sawit sebesar 6,5 persen dari volume TBS tersebut atau sekitar 65 kg.
Baca Juga: Anak Dipekerjakan di Kebun Sawit, Mana Buktinya?
Baca Juga: Katalis Merah-Putih untuk D100, Yuk Kenalan Dulu...
Saat ini, cangkang sawit dijadikan sebagai sumber biomassa yang mulai sangat diminati dan dibutuhkan di pasar Asia, khususnya Jepang dan Thailand. Pada 2019, tercatat sebanyak 1,8 juta ton cangkang kelapa sawit telah diekspor dengan nilai ekonomi mencapai US$ 144 juta.
Cangkang kelapa sawit yang diekspor ialah cangkang yang tidak terserap oleh pabrik dan pasar domestik sehingga upaya pengolahan limbahnya hanya dapat dilakukan melalui kegiatan ekspor.
Namun, hingga semester I-2020, ekspor cangkang sawit ke Jepang baru mencapai 800 ribu ton dengan nilai devisa US$84 juta. Hingga akhir tahun ini, diprediksi akan terjadi penurunan volume ekspor menjadi 1,2 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit (Apcasi), Dikki Akhmar menjelaskan bahwa penurunan volume ekspor disebabkan tingginya bea keluar dan dana pungutan sawit yang mencapai US$22 per ton.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: