Upaya pengusutan kasus pelarian Djoko Tjandra menuai banyak kritikan. Pasalnya, Kejaksaan Agung dan Polri dianggap memberikan perlakuan istimewa terhadap tersangka yang berasal dari institusinya.
Polri tak menahan Irjen Napoleon Bonaparte, sementara Kejagung tak pamerin Jaksa Pinangki dengan rompi pink seperti tersangka lainnya. Kalau jeruk makan jeruk, ya begini jadinya.
Napoleon diketahui melenggang bebas usai diperiksa penyidik Bareskrim Polri selama 12 jam, Selasa (25/8). Eks Kadiv Hubinter Polri yang jadi tersangka kasus dugaan gratifikasi dalam pencabutan red notice Djoko Tjandra itu, diperiksa bersama dua tersangka lainnya, Tommy Sumardi dan Brigjen Prasetijo Utomo.
Baca Juga: Kejaksaan Ogah Kasih Kasus Pinangki ke KPK, Komisioner: It's Ok!
Baca Juga: Kejaksaan Ogah Serahkan Kasus Jaksa Pinangki ke KPK, Lho Kenapa?
Napoleon dicecar penyidik dengan pertanyaan terbanyak, yakni 70. Menyusul Tommy dengan 60 pertanyaan dan Prasetijo, 50.
Napoleon didampingi pengacaranya, Gunawan Raka, hanya cengar-cengir usai diperiksa. Dia meminta wartawan menanyakan soal
pemeriksaan kepada pengacaranya. “Saya sudah memberikan kuasa kepada penasihat hukum saya, jadi silakan beliau yang sampaikan,” tutur Napoleon yang mengenakan seragam polisi lengkap dengan dua bintang di pundaknya.
Dari tiga tersangka yang diperiksa hari itu, hanya Prasetijo yang ditahan. Eks Karo Korwas PPNS Polri itu memang sudah duluan masuk rutan Bareskrim setelah sebelumnya terjerat kasus pemalsuan surat jalan Djoko Tjandra.
Kenapa Napoleon tak ditahan? Karopenmas Polri Brigjen Awi Setiyono menjelaskan, Napoleon kooperatif dalam proses pemeriksaan. Awi menyebut, ketiganya mengakui telah menerima uang dari Djoko Tjandra. Namun, Awi tidak merinci berapa uang yang diterimanya.
“Kami tidak bisa sampaikan di sini (nominal), terkait uang yang diterima ini. Masih akan diklarifikasi dengan alat bukti lainnya,” tutur Awi.
Awi pun membantah dugaan Napoleon tidak ditahan karena merupakan seorang perwira tinggi, jenderal bintang dua. “Tidak. Murni semua proses penyidikan, semua hak prerogatif (penyidik),” bantahnya.
Kemarin, Napoleon juga kembali diperiksa. Tapi kali ini, sebagai saksi untuk tersangka lainnya. Selain Napoleon, penyidik juga men jadwalkan pemeriksaan terhadap tiga tersangka lainnya, yakni Prasetijo, Tommy, dan Djoko Tjandra. “Tiga tersangka sudah hadir kecuali tersangka atas nama TS,” tutur Awi.
Sehari sebelum pemeriksaan, penyidik juga telah melakukan rekons truksi tentang dugaan gratifikasi itu. Rekonstruksi dilaksanakan berda sarkan rekaman CCTV di lantai satu Gedung TNCC Mabes Polri.
Kejagung juga terkesan memberi perlakuan berbeda kepada jaksanya yang terjerat kasus dugaan gratifikasi pengurusan Peninjauan Kembali (PK) dan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, yakni Pinangki Sirna Malasari.
Persoalannya, meski sudah ditahan, jaksa yang dicopot dari jabatan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Kejagung itu tidak pernah terlihat pakai rompi tahanan warna pink yang biasa digunakan para tahanan korps adhyaksa.
Fenomena ini dapat kritikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Menurutnya, berbeda dengan kasus lain, Pinangki tidak pernah kelihatan ditampilkan dengan rompi tahanan. Berbeda dengan tahanan Jiwasraya misalnya. Para tersangkanya ditampilkan. Dibawa dari gedung bundar ke rutan belakang dengan mengenakan rompi.
“Nah Pinangki ini belum pernah kan, jangan-jangan memang belum pernah diperiksa, jangan-jangan juga tidak ditahan di belakang gitu kan? Hanya kesempatan tertentu aja seperti kemarin ada polisi ada di situ,” ujar Boyamin.
Boyamin pun menuntut Kejagung menampilkan Pinangki saat pemeriksaan berikutnya dilakukan. “Supaya ada keadilan,” imbuhnya.
Namun, belakangan beredar foto foto yang memperlihatkan Pinangki mengenakan rompi pink. Boyamin ikut meralat ucapannya. Dia menyertakan foto yang menunjukkan Pinangki mengenakan rompi tahanan. Yakni, saat Pinangki diperiksa pada Rabu (26/8).
“Harusnya setidaknya ditunjukkan pada wartawan. Diinformasikan pada wartawan bahwa hari ini dilakukan pemeriksaan Pinangki jam sekian. Itu kemudian dilewatkan depan, selesai juga dilewatkan depan. Jadi tidak muncul kecurigaan,” tuturnya.
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono membantah ada perlakuan istimewa untuk Pinangki, termasuk soal rompi pink. “Begini, ketika ditangkap dan ditahankan sudah malam. Ya seperti biasa pakai masukin ke mobil bawa ke tahanan,” kata Hari, kemarin.
Menurut Hari, Pinangki juga dikeluarkan di tempat yang sama di gedung tersebut. Namun saat itu, tersangka keluar dari gedung sudah larut malam dan tidak terlihat oleh awak media.
“Posisinya waktu itu kita tangkap jam 11 malam bawa ke kantor setelah bawa ke kantor langsung ke tahanan. Saya sendiri nggak melihat karena saya mendapat kabarnya pagi,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil