Menyoal keduanya, Peneliti dari Institute for Development Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pembahasan revisi UU BI harus dirancang dengan sangat hati-hati sekali. Terutama di masa krisis saat ini, kewenangan dua lembaga tersebut sangatlah vital.
"Sebaiknya pemerintah tidak gegabah untuk membubarkan OJK. Sebab, punya dampak yang besar terhadap kepercayaan investor dan nasabah di industri jasa keuangan," katanya.
Ia mensinyalir, jika pengawasan bank dikembalikan ke BI, maka ada sinyal bahwa perbankan tengah mengalami krisis yang sudah terlalu berat. Padahal, tak semudah itu pula mengembalikan fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI. Butuh waktu setidaknya 6-8 tahun untuk benar-benar optimal.
Sementara terkait Perppu, dia melihat sebagai indikasi bahwa situasi di sistem keuangan cukup genting untuk diselamatkan. Dari data BI per Juni 2020, memang pertumbuhan kredit yang mencapai 1 persen year on year (yoy), dengan growth kredit modal kerja negatif, maka perbankan sesungguhnya sudah dalam tekanan sejak awal pandemi.
Selain itu, ada indikasi juga pemerintah sedang mengantisipasi situasi yang terburuk jelang November nanti, ketika terjadi Pilpres di negeri Paman Sam. "Di mana ketidakpastian ekonomi global akan berdampak ke Indonesia," ujarnya.
Ia mengkhawatirkan Perppu tersebut dapat mengancam independensi BI jika melihat isu yang bergulir saat ini tentang upaya menyatukan komando atas tiga lembaga keuangan penting tersebut.
Perppu, sambung Bhima, dikhawatirkan juga bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 UU BI Nomor 23/1999. Independensi BI diatur dalam Undang-Undang Nomor 23/1999 tentang BI. Pasal 4 ayat 2 UU tersebut menegaskan, bahwa BI merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak-pihak lain.
Sebagai lembaga independen, pihak lain termasuk pemerintah, dilarang mencampuri segala urusan yang menjadi tugas Bank Sentral. BI juga punya kewajiban menolak setiap campur tangan pihak lain dalam pelaksanaan kebijakan moneter maupun pengelolaan sistem pembayaran.
"Kewenangan soal posisi, seperti pencopotan Gubernur BI artinya akan kembali ke model zaman Orba kalau benar akan diatur oleh pemerintah. BI diposisikan sebagai subordinat dari pemerintahan. Jadi reformasi kelembagaan bank sentral kok sekarang malah mundur," kritiknya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti