Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Startup Berguguran, Terpukul Pandemi atau Tergerus Kompetisi?

Startup Berguguran, Terpukul Pandemi atau Tergerus Kompetisi? Airy | Kredit Foto: Airy

5. Hooq

Kebangkrutan Hooq pada 30 April lalu cukup mengejutkan. Pasalnya, bisnis video streaming saat ini sedang naik daun karena saat ini banyak orang menghilangkan kejenuhannya selama PSBB dengan menikmati konten video atau film.

Sebulan sebelum gugur, Hooq mengajukan likuidasi karena tak dapat menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan dan tak dapat menutup biaya operasional yang terus meningkat.

Dalam pernyataan resminya, startup ini bilang, "sejak perusahaan ini berdiri, lima tahun lalu, terjadi perubahan struktural siginifikan di pasar video over-the-top (OTT) dan lanskap kompetisinya."

Tingginya biaya konten dan keengganan konsumen untuk membayar juga jadi alasan di balik kesulitan Hooq di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Para pesaingnya, sebut saja Youtube dan Netflix malah menjadi primadona. Trafik Netflix di jaringan Fisrt Media melonjak signifikan menyentuh 140 persen dibandingkan sebelum pandemi. Sedangkan, trafik Youtube naik 40 persen.

CEO Netflix Reed Hastings bahkan menyebut jumlah pelanggannya meroket tahun ini. Nyaris 16 juta orang berlangganan dalam tiga bulan pertama 2020. Angkanya hampir dua kali lipat dari pendaftaran baru di bulan-bulan terakhir 2019 lalu. Harga saham Netflix juga melesat lebih 30 persen tahun ini.

"Kami semua akan bercerita tentang 2020 dan betapa gilanya itu," Hastings berkata kepada The Times.

Menanggapi startup yang berhenti saat pasarnya berkembang pesat, Yuswohady malah merasa aneh. Logikanya bisnis-bisnis low-touch, apalagi home-entertainment, saat orang lebih banyak di rumah, lalu konsumsi online streaming tinggi, harusnya bisa meraup untung, bukan malah buntung. Dia menduga kesalahannya justru pada manajemen internal.

"Ada faktor salah manajemen, yang tidak bagus. Mungkin case by case untuk beberapa perusahaan. Secara market, kan tumbuh. Kalau dia enggak tumbuh, berarti masalah di marketing-nya, di operation-nya, mungkin masalah di kapitalnya, enggak ada yang nyuntik," paparnya.

Secara umum, dia kembali menekankan, bisnis-bisnis yang sedang tren, mestinya lebih survive. Namun, jika sebaliknya, startup itu bangkrut karena tergerus persaingan bisnis.

"Kalau market-nya lagi bagus, terus dia hilang, kan agak aneh. Bisa jadi juga karena kompetisi. Artinya, yang lain lebih cepat grab opportunity, sementara dia enggak improve. Artinya, tidak bisa memanfaatkan pasar yang sedang bagus," tukasnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: