Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fadli Zon Minta Sumatera Barat Diganti Jadi Minangkabau, Alasannya...

Fadli Zon Minta Sumatera Barat Diganti Jadi Minangkabau, Alasannya... Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warta Ekonomi -

Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli Zon mengusulkan agar Provinsi Sumatera Barat diganti nama menjadi Minangkabau. Fadli yang juga ketua Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) menilai usulan pergantian nama tersebut tepat apabila merujuk dari sisi sejarah dan kebudayaan.

"Saya setuju usulan penggantian nama tersebut. Nama Minangkabau jauh lebih tepat dipakai jika ditinjau dari sisi sejarah dan kebudayaan. Apalagi, secara demografis, 88,35 persen masyarakat yang hidup di Sumatera Barat memang berasal dari etnis Minangkabau," kata Fadli.

Baca Juga: Ramai Isu Penghapusan Mapel Sejarah, Fadli Zon: Kalau Sejarah Hilang, Indonesia Bubar!

Namun, ia menekankan usulan pergantian nama tersebut bukan didorong sentimen etnisitas yang dangkal. Ia menyinggung nama provinsi lain seperti Aceh, Papua, atau Bali yang juga ada sejarahnya.

"Dan, itu ada hubungannya dengan keistimewaan sejarah, budaya, dan identitas yang melekat pada etnis bersangkutan. Saya menilai masyarakat Minangkabau juga layak mendapatkan kehormatan serupa itu," tutur Fadli.

Pun, ia merincikan beberapa alasan nama Minangkabau layak jadi provinsi. Pertama, nama Minangkabau lebih mewakili identitas, kebudayaan, serta kesejarahan masyarakat yang ada di Sumatera Barat. Berbeda dengan nama Sumatera Barat yang asosiasinya hanya terkait wilayah administratif.

"Jadi, bobot nama Minangkabau jauh lebih besar dibanding nama Sumatera Barat. Sebab, kalau kita bicara Minangkabau maka tarikan sejarahnya merentang hingga jauh ke belakang, jauh sebelum Indonesia lahir," ujarnya.

Kemudian, alasan lain yaitu daerah Minangkabau punya posisi dan pengaruh politik istimewa terhadap sejarah pembentukan Republik Indonesia. Salah seorang penggagas Republik Indonesia pada 1925 adalah orang Minang yaitu Tan Malaka.

Selain Tan Malaka, ada figur Sjafruddin Prawiranegara yang sempat memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan Bukittinggi sebagai ibu kotanya.

"Adanya PDRI ini pula yang kemudian memberi kita legitimasi untuk meneruskan perundingan dengan Belanda di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Tanpa PDRI belum tentu ada NKRI. Karena PDRI juga akhirnya Belanda mengakui kedaulatan RI pada 27 Desember 1949, setelah perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB)," ujar anggota DPR itu.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: