Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Usul Pengamat: PPATK Harus Dilibatkan untuk Buktikan Aset Bentjok yang Disita Kejaksaan

Usul Pengamat: PPATK Harus Dilibatkan untuk Buktikan Aset Bentjok yang Disita Kejaksaan Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar Hukum Pidana sekaligus Pengamat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih menilai pemblokiran 800 Sub Rekening Efek (SRE) yang memicu silang pendapat antara manajemen PT Asuransi Jiwa WanaArtha (WanaArtha Life) dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), seharusnya tidak terjadi jika keduanya mengedepankan aspek hukum yang berlaku. 

Ia menegaskan, jika benar pihak Kejaksaan menyita aset berupa SRE milik Benny Tjokrosaputro (Bentjok) yang saat ini tengah menjalani sidang atas kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), maka pihak manajemen dan nasabah WanaArtha harus Iebih dulu menunggu hasil keputusan sidang. 

"Tapi kalau WanaArtha punya bukti bahwa itu bukan uang Bentjok, silahkan ditempuh untuk menyampaikan dalilnya. Cuma saya pikir Jaksa Kejagung menyita aset itu berdasarkan fakta dan tidak mungkin Kejagung asal bicara," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/9/2020). 

Lebih lanjut, di tengah polemik penyitaan aset yang diduga milik Bentjok ini, ia berpandangan, sudah seharusnya pihak Kejaksaan melibatkan jajaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memastikan keabsahan pemilik aset dan aset-aset yang dijadikan barang bukti dalam kasus Jiwasraya. 

Sambungnya, selain memastikan keabsahan pemilik aset, pelibatan PPATK di dalam pembuktian aset ini juga dilakukan demi memberikan fakta kepada nasabah WanaArtha yang belakangan diketahui banyak melakukan aksi protes.

Namun, meski begitu, ia mengaku heran ketika manajemen WanaArtha belum juga memenuhi panggilan Kejaksaan untuk membuktikan kepemilikan SRE yang disita untuk kasus Jiwasraya. 

“Kesempatan sudah diberikan tapi mereka tidak datang, terus menuntut mekanisme. Aturan hukumnya kalau diminta datang, ya datang. Kalau tidak datang dianggap klaimnya Kejaksaan Agung benar, karena dia (WanaArtha) nggak datang. Kan sudah diupayakan mediasinya," ujarnya lagi. 

Diketahui sebelumnya, sejak dilakukan pemblokiran pada akhir Desember 2019 silam, sebenarnya Kejagung telah memberi kesempatan kepada manajemen WanaArtha untuk memberikan klariflkasi hingga akhir Februari 2020. Kesempatan klariflkasi ini diberikan untuk mengantisipasi jika terdapat kekeliruan dalam proses penyitaan. 

Namun, hingga batas waktu yang diberikan, pihak Kejaksaan menyatakan bahwa manajemen WanaArtha belum juga datang untuk memberikan klariflkasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: