Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ethiopia Ultimatum Pemberontak Tigray: Menyerah dalam 72 Jam atau Tak Ada Ampun

Ethiopia Ultimatum Pemberontak Tigray: Menyerah dalam 72 Jam atau Tak Ada Ampun Kredit Foto: Reuters/Tiksa Negeri
Warta Ekonomi, Addis Ababa, Ethiopia -

Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memberi waktu kepada pasukan regional Tigrayan 72 jam untuk menyerah sebelum militer memulai serangan di ibu kota wilayah Mekelle.

"Kami mendesak Anda untuk menyerah secara damai dalam 72 jam, menyadari bahwa Anda berada di titik tidak bisa kembali," kata Abiy dalam pesan yang diposting di Twitter pada Minggu malam.

Baca Juga: Memanas, Ethiopia Mau Habis-habisan Kepung Ibu Kota Tigray

Pasukan Tigrayan tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.

Seorang juru bicara militer mengatakan sebelumnya bahwa pasukan Ethiopia yang maju berencana untuk mengepung Mekelle dengan tank dan mungkin menembaki kota itu untuk memaksa menyerah.

Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), yang menolak untuk menyerahkan kekuasaannya di wilayah utara, mengatakan pasukannya sedang menggali parit dan bertahan kokoh.

Reuters tidak dapat mengonfirmasi pernyataan terbaru tentang perang tersebut. Klaim oleh semua pihak sulit untuk diverifikasi karena komunikasi telepon dan internet terputus.

Pasukan pemerintah federal Ethiopia telah menguasai serangkaian kota selama pengeboman udara dan pertempuran darat. Mereka kini mengarahkan sasaran ke Mekelle, kota dataran tinggi berpenduduk sekira 500.000 orang tempat pasukan pemberontak bermarkas.

Konflik di wilayah Tigray, Ethiopia meletus pada 4 November saat pasukan regional Tigray memberontak terhadap pemerintah pusat dengan menyerang pasukan federal di Kota Dansha. Sejak saat itu konflik telah menewaskan ratusan, mungkin ribuan korban serta lebih dari 30.000 pengungsi ke negara tetangga, Sudan.

Roket telah ditembakkan oleh pemberontak ke wilayah tetangga Amhara dan melintasi perbatasan ke Eritrea.

Pasukan pemberontak mengatakan pemerintahan Abiy telah mengesampingkan orang-orang Tigray sejak berkuasa dua tahun lalu. Pemenang Nobel Perdamaian 2019 itu dituding telah mencopot orang-orang etnis Tigrayan dari peran senior dalam pemerintahan dan militer dan menahan banyak orang atas tuduhan pelanggaran hak asasi dan korupsi.

Beberapa negara asing telah mendesak agar perundingan dilakukan, tetapi Abiy terus melanjutkan serangan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: