Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Perusahaan Raksasa: Konglomerat Nestle Tumbuh Besar Diawali sebagai Pebisnis Susu Sapi

Kisah Perusahaan Raksasa: Konglomerat Nestle Tumbuh Besar Diawali sebagai Pebisnis Susu Sapi Logo perusahaan makanan Nestle. | Kredit Foto: Reuters/Pierre Albouy
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nestle S.A. atau Nestle adalah konglomerat yang mengolah dan memproduksi makanan dan minuman berskala global asal Swiss. Sejumlah produk yang berasal dari Nestle antara lain makanan bayi, peralayan medis, air dalam kemasan, sereal, kopi dan teh, hingga makanan hewan peliharaan.

Saking hebatnya pamor Nestle, fasilitas manufakturnya sudah tersebar di hampir setiap negara di dunia. Ia juga dianggap perusahaan yang paling multinasional di antara para pesaingnya. Produknya telah dipasarkan dalam 7.500 merk.

Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Di Tangan Mahasiswa Putus Kuliah, Dell Tumbuh Jadi Konglomerat Global

Meskipun besar, ternyata di tahun 2020, Nestle hanya menempati peringkat ke-82 dalam Fortune Global 500. Jika dihitung dalam 100 besar, posisinya masih dinilai cukup baik. Tapi jika ditarik ke 2017, Nestle rupanya sempat berada di urutan ke-33 dalam daftar perusahaan-perusahaan raksasa dunia tersebut. 

Sehubungan dengan itu, kejayaan Nestle dianggap tak luntur dari tahun ke tahun. Jadi jika demikian, bagaimana proses ia tumbuh dan kembang sehingga menjadi salah satu perusahaan papan atas dunia?

Untuk menjawab pertanyaan mendasar itu, Warta Ekonomi pada Kamis (3/12/2020) ini akan menguraikan perjalanan Nestle dalam artikel singkat sebagai berikut.

Nestle memulai langkahnya di tanah Eropa, tepatnya di Swiss. Pendahulunya bernama Anglo-Swiss Condensed Milk Company yang berdiri di Cham, Swiss pada 1866 oleh seorang pejabat konsul, Charles Page. Munculnya korporasi pengolahan susu ini atas dasar melimpahnya pasokan susu dan akses penjualan mudah ke seluruh pasar di Eropa. Yang lainnya adalah soal persaingan dengan orang Amerika Serikat Gail Borden yang 10 tahun sebelumnya telah menjual susu kental manis terlebih dahulu.

Hingga 1872, perusahaan Page baru bisa memperluas bisnisnya di luar perbatasan Swiss. Contohnya seperti ketika membuka pabrik pengolahan di Chippenham, Inggris. 

Susu kental dengan cepat menjadi produk pokok di lemari-lemari orang Eropa. Meskipun terjadi penurunan pada 1872 dan depresi 1875, nyatanya penjualan perusahaan Page tetap berjalan. 

Sayangnya, Charles Page meninggal pada 1873. Ia meninggalkan perusahaan di tangan saudaranya George dan investor Anglo-Swiss lainnya.

Sementara itu, di Vevey, Swiss, pada 1867, Henri Nestle mulai menjual makanan dari olahan susu sapinya yang baru dikembangkan. Produknya menyasar pada ibu yang memiliki bayi yang tak bisa disusui. 

Permintaan akan Farine Lactée Nestlé-nya melonjak. Antara tahun 1871 dan 1873, produksi harian meningkat lebih dari dua kali lipat, dari kurang dari 1.000 kaleng sehari menjadi 2.000.

Tujuan Nestlé adalah memberikan makanan bayinya kepada semua orang, dan dia berusaha keras untuk meyakinkan para dokter dan ibu tentang manfaatnya. Tetapi sementara energi dan niat baiknya hampir tidak ada habisnya.

Pada tahun 1873, permintaan akan produk Nestlé melebihi kemampuan produksinya, yang mengakibatkan tanggal pengiriman yang terlewat. Pada usia 61, Nestlé kehabisan energi, dan pikirannya beralih ke pengunduran diri. 

Jules Monnerat, mantan anggota parlemen yang tinggal di Vevey, telah lama mengamati bisnis tersebut, dan pada tahun 1874 Nestlé menerima tawaran Monnerat sebesar 1 juta franc. Maka, pada tahun 1875, perusahaan tersebut menjadi Farine Lactée Henri Nestlé dengan Monnerat sebagai ketuanya.

Hingga tahun 1898 Nestlé tetap bertekad untuk memproduksi hanya di Swiss dan mengekspor ke pasarnya di seluruh dunia. Namun tahun itu perusahaan akhirnya memutuskan untuk keluar dari Swiss dengan membeli sebuah perusahaan susu kental Norwegia.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: