Sejumlah pelaku usaha meminta penundaan pemberlakuan penuh kebijakan bebas truk kelebihan muatan dan dimensi (Over Dimension and Over Load) atau Zero ODOL; awalnya mulai 2023, menjadi 2025.
Permintaan itu berlandaskan pertimbangan kondisi industri nasional yang masih terpukul akibat pandemi Covid-19. Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Widodo Santoso, mengatakan penerapan Zero ODOL ini akan sulit dilaksanakan pada 2023 mendatang. Dia beralasan masa pandemi Covid-19 telah membuat perekonomian Indonesia mundur dalam 1,5 tahun ini.
Termasuk pabrik semen, saat ini mengalami kelebihan pasokan (over supply) produksi sekitar 35%. “Kami sudah sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kalau bisa kebijakan Zero ODOL ini diundur hingga Januari 2025,” ujar Widodo dalam webinar “Telaah Kritis Regulasi ODOL” pada Kamis (3/12/2020).
Baca Juga: Tertunda Karena Pandemi, Wapres: Program Sejuta Rumah Perlu Strategi Baru
Baca Juga: Ditinju Covid-19, Keuangan Barcelona Sempoyongan
Widodo mengatakan kalau kebijakan Zero ODOL dipaksakan pada awal 2023 mendatang, malah akan menyebabkan kontraproduktif dengan rencana pemerintah untuk menurunkan biaya logistik menjadi 17% dari PDB. Saat ini biaya logistik di Indonesia masih mencapai 24% dari PDB.
Dia juga mengatakan tidak mungkin di masa industri tengah terpuruk saat ini, pelaku usaha masih dibebani lagi dengan kebijakan Zero ODOL yang harus menyediakan investasi untuk membeli ribuan truk baru.
“Siapa yang mau investasi dalam masa pandemi seperti ini. Kami bukannya tidak mendukung kebijakan Zero ODOL ini, tapi kami hanya meminta untuk ditunda dulu hingga industri betul-betul bangkit kembali setelah pandemi berakhir. Kami juga berharap kebijakan Zero ODOL ini dibuat betul-betul komprehensif, sehingga kita bisa melakukan kegiatan dengan baik dan efisien,” katanya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Rachmat Hidayat. Ia juga meminta agar kebijakan Zero ODOL ini bisa ditunda hingga 2025 mendatang.
Dia juga meminta agar dalam masalah penegakan hukum dalam masa penerapan Zero ODOL itu, pemerintah lebih mengutamakan pembinaan dan bukan penerapan sanksi .
“Jangan sampai adanya penegakan hukum yang dibuat dalam kebijakan Zero ODOL ini, kontradiktif dengan apa yang dilakukan pemerintah saat ini dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang ingin mengundang investasi sebanyak-banyaknya ke Indonesia,”tegasnya.
Di sisi lain Boycke Garda Aria dari Asosiasi Pengusaha Pupuk Indonesia (APPI) menyampaikan sudah mengaplikasikan kebijakan Zero ODOL mulai tahun ini. Tapi dalam pelaksanaannya, kata Boycke, ada tantangan yang dihadapi dari pemerintah sendiri, dalam hal ini Kementerian Perdagangan. Di mana, dalam Permendag No. 15 tahun 2013, Perusahaan Pupuk diwajibkan menyediakan stok sebanyak 3 minggu untuk setiap kabupaten seluruh Indonesia atau sekitar 1,5 juta ton.
“Dengan kebijakan Zero ODOL ini, apalagi saat musim tanam sekarang ini, kita kesulitan dalam memenuhi stok minimal yang ditentukan Kemendag itu,” tuturnya.
Menyikapi permintaan penundaan itu, Direktur Prasarana Transportasi Jalan Kemenhub, Risal Wasal, mengatakan akan mengevaluasinya. “Kita tetap akan kaji bersama untuk alasan relaksasi karena adanya pandemi Covid-19 ini. Semua itu untuk pertumbuhan ekonomi ke depan,” ujarnya.
Dia mengatakan pihaknya saat ini sudah mengembangkan upaya-upaya dalam rangka pelaksanaan kebijakan Zero ODOL. Di antaranya dengan menerapkan sistem tilang elektronik dan weight in motion untuk penimbangan beban kendaraan, mengembangkan sistem informasi jembatan timbang online yang sudah berjalan di 42 titik, serta membekukan izin rancang bangun dan SRUT bagi perusahaan karoseri yang memproduksi kendaraan ODOL.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Tanayastri Dini Isna