Dari aspek ketenagakerjaan, pemerintah berupaya melindungi keberadaan industri padat karya dalam penyusunan kebijakan cukai hasil tembakau 2021. Format kebijakan di atas tetap mempertimbangkan jenis sigaret (terutama SKT) yang berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja langsung sebesar 158.552 orang.
Dari aspek pertanian, besaran kenaikan tarif cukai memperhatikan tingkat serapan tembakau lokal. Oleh sebab itu, kenaikan tarif cukai sigaret kretek lebih rendah dari kenaikan tarif cukai sigaret putih, bahkan SKT tahun ini tidak mengalami kenaikan. Sehingga diharapkan, tingkat penyerapan tembakau lokal dapat terjaga mengingat terdapat lebih dari 526 ribu kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya dari pertanian tembakau.
Dari aspek industri terdapat bantalan kebijakan untuk UMKM dengan mengalokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk membentuk Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) sebagai langkah preventif terhadap peredaran rokok ilegal.
Dari aspek peredaran rokok ilegal, agar kebijakan tidak menjadi insentif bagi peredaran rokok ilegal. Upaya pengawasan dan penindakan akan terus ditingkatkan baik yang bersifat preventif melalui sosialisasi dan pendirian KIHT, dan represif melalui kegiatan Operasi Gempur Rokok Ilegal, Operasi Jaring, patroli laut, dan berbagai kegiatan penindakan yang sinergis dengan aparat penegak hukum dan pihak terkait lainnya.
Dari aspek penerimaan, meskipun kebijakan tarif cukai hasil tembakau dititikberatkan pada pengendalian konsumsi, namun kebijakan cukai yang diambil mampu mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Target penerimaan cukai dalam APBN 2021 sebesar Rp173,78 triliun.
Untuk memastikan tercapainya tujuan kebijakan cukai hasil tembakau di atas dan meredam dampak kebijakan yang tidak diinginkan, pemerintah membuat bantalan kebijakan dalam bentuk pengaturan ulang penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).
Sebesar 50% akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani/buruh tani tembakau dan buruh rokok. Dari alokasi ini, sebesar 35% akan diberikan melalui dukungan program pembinaan lingkungan sosial yang terdiri dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada buruh tani tembakau dan buruh rokok, sebesar 5% untuk pelatihan profesi kepada buruh tani/buruh pabrik rokok termasuk bantuan modal usaha kepada buruh tani/buruh pabrik rokok yang akan beralih menjadi pengusaha UMKM, serta 10% untuk dukungan melalui program peningkatan kualitas bahan baku.
Sedangkan, alokasi lainnya sebesar 25% untuk mendukung program jaminan kesehatan nasional, dan 25% untuk mendukung penegakan hukum dalam bentuk program pembinaan industri, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta program pemberantasan Barang Kena Cukai ilegal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: