Perjalanan impelementasi program mandatori B30 di Indonesia yang hampir berumur satu tahun memang tidak mulus. Bahkan, sejumlah isu negatif turut digoreng oleh sejumlah pihak antisawit untuk mengganggu keberlanjutan dan keberterimaan mandatori B30 di kalangan masyarakat.
Pelaksanaan program B30 dituduh tidak menghasilkan benefit bagi petani dan hanya pro-konglomerasi. Namun nyatanya, B30 menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan tetap menjaga stabilitas harga tandan buah segar (TBS) sawit.
Baca Juga: Potensi Pemanfaatan Pakan Ternak dari Biomassa Sawit
Komite Pengarah BPDPKS, Martias Fangiono, mengatakan, "Dengan adanya program B30 oleh pemerintah, kita harus berterima kasih kepada Presiden Jokowi dan pemerintah yang konsisten menjalankan B30. Dampaknya, harga sawit lebih stabil. Selain itu, program ini menjadi bagian Indonesia incorporated."
Lebih lanjut, Martias mengemukakan tiga manfaat adanya program B30. Pertama, B30 dapat memberikan pekerjaan bagi 17 juta orang yang bekerja di industri sawit. Alhasil, mereka dapat hidup layak.
Kedua, program B30 mampu menghemat devisa yang berdampak positif terhadap neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Impor solar juga berkurang yang digantikan campuran FAME. Ketiga, memperkuat ketahanan energi terbarukan sebagai kebijakan strategis. Hal ini karena produksi minyak bumi dalam negeri sebesar 800 ribu barel per hari, tetapi kebutuhan mencapai 1,5 juta barel per hari.
"B30 merupakan solusi bagus bagi ketahanan energi baru terbarukan dan akan membuat kita ramah lingkungan. Dengan memakai biodiesel di dalam negeri, Indonesia tidak lagi bergantung dengan pasar di Eropa. Makanya, B30 merupakan kebanggan Indonesia. Kebijakan pemerintah sangat tepat sekali," tegasnya.
Terkait tuduhan program B30 yang menguntungkan konglomerat, menurut Martias, tidaklah tepat. Justru yang harus dipahami, pelaku industri FAME (biodiesel) ibarat tukang jahit, ongkos produksinya antara US$80–US$85 per ton.
"Berjalannya program B30 ini tidak hanya dinikmati industri FAME secara keseluruhan. Tujuannya, bagaimana menjaga stabilisasi harga. Jika mengatur demand and supply, harga CPO dan TBS dapat meningkat. Oleh karena itu, baik permintaan dan suplai harus bisa dikelola," tambahnya.
Martias menuturkan, kemampuan mengelola permintaan dan suplai akan membuat harga sawit lebih stabil. "Sekarang ini, harga TBS di sejumlah provinsi mampu mendekati Rp2.000 per kilogram. Capaian ini harus kita syukuri lantaran program biodiesel berjalan kontinyu dan konsisten," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: