Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) membuat laporan kinerja 2020 dengan merilis survei tentang daya tahan pemerintah dalam menerima kritikan. Dalam rilis itu disebutkan, rakyat saat ini takut mengkritik pemerintah. Alasannya, sangat mudah diancam dengan pasal pidana. Kok bisa ya seperti itu?
Laporan akhir tahun Komnas HAM ini mengacu pada survei internal yang dilakukan pada Juli-Agustus 2020. Survei itu melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi.
Dalam laporan itu disebutkan, tingkat ketakutan warga negara dalam penyampaian kritik dan pendapat terhadap pemerintah cukup tinggi. "Sebanyak 29 persen responden takut dalam memberikan dan mengkritik pemerintah,” tulis laporan akhir tahun Komnas HAM 2020, yang diterima wartawan, kemarin.
Baca Juga: Vaksin Sinovac Bebas Boraks, Formalin, Merkuri, Mulai Disebar ke...
Kemudian, sebanyak 36,2 persen responden merasa takut dalam penyampaian pendapat dan kritik melalui kanal-kanal internet maupun media sosial. Demikian juga dengan kalangan akademisi. Hak penyampaian pendapat di kampus dan universitas disebut turut terkikis mencapai 20,2 persen.
Atas hal itu, Komnas HAM mendesak pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres KH Ma’ruf Amin mengevaluasi konsep pemidanaan terhadap warga negara yang menyampaikan kritik dan pendapat. Komnas HAM menganggap, hal ini menjadi persoalan serius.
Komnas HAM meminta Jokowi memberikan jaminan perlindungan atas kebebasan berpendapat. “Dan meminta pemerintah agar melakukan review atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta menyegarkan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi,” lanjut laporan itu.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menegaskan, pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih legowo. Jangan mudah terpancing emosi. Apalagi mudah memenjarakan individu atau kelompok yang dinilai tidak sependapat. "Kecenderungan penyampaian pendapat dan kritik yang berujung ke pemidanaan sangat meningkat dari tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Pemidanaan terhadap kritikus, lanjutnya, tak cuma terjadi di level nasional. Melainkan juga massif terjadi di daerah-daerah. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. "Kan bisa bedakan mana yang kritik, mana pendapat, yang mana kabar bohong atau hoaks, dan yang mana informasi SARA, ataupun hasutan,” jelas Beka.
Pembungkaman terhadap kritik, sambungnya, sama saja menutup kanal partisipasi masyarakat dalam memberikan asupan saran ke pemerintah. “Pemerintah harus mendasarkan kritik dan penyampaian pendapat tersebut, sebagai pemenuhan hak atas demokrasi, dan pemenuhan hak untuk bebas berpendapat,” terangnya.
Pakar hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Tholabi Karlie, menyarankan, temuan Komnas HAM ini menjadi catatan penting bagi pemerintah. Sebab, esensi demokrasi adalah kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat.
Tholabi menyebut, survei yang dirilis Komnas HAM persis dengan catatan yang pernah dibuat akademisi dan masyarakat sipil. Terutama tentang dorongan perubahan UU ITE yang menjadi norma karet. 'Termasuk perlunya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi," paparnya, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Meski demikian, lanjutnya, kebebasan berpendapat dan menyampaikan kritik harus tetap dalam koridor hukum dan moral. "Kritik tidaklah identik dengan hoaks. Kebebasan menyatakan pendapat yang merupakan hak asasi warga juga tidak bisa dilepaskan dari spirit hukum dan moral," terang Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta itu.
Pakar hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, tidak heran dengan hasil survei Komnas HAM itu. Dia melihat, saat ini memang banyak warga yang takut menyampaikan kritik. "Jangankan rakyat, banyak pengamat juga takut," ucapnya, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
DPR ikut menyikapi hasil survei Komnas HAM itu. Ketua Komisi III DPR, Herman Herry, melihat temuan Komnas HAM dapat dijadikan masukan yang baik bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. Dia pun mendesak pemerintah membenahi kinerja, terutama yang berhubungan dengan HAM.
Baca Juga: Drone China Terobos Wilayah NKRI, Jangan sampai Insiden Intelijen...
Untuk Komnas HAM, Herman juga meminta kinerja nyata. "Saya mendorong Komnas HAM, selain melakukan rilis, juga harus melakukan sinergi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya untuk berdiskusi terkait temuan ini," ucap politisi PDIP itu.
Untuk publik, dia mengajak menelaah lebih dalam rilis Komnas HAM. Sebab, yang takut hanya 29 persen. Artinya, lebih sedikit dibandingkan responden yang tidak takut mengkritik pemerintah. "Selain itu, pada kenyataannya, di medsos setiap hari kita masih melihat masyarakat masih bebas menyampaikan kritiknya kepada pemerintah," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti