Indonesia sangat berpotensi meningkatkan nilai ekspornya. Salah satunya adalah melalui intensifikasi ekspor ke negara-negara tujuan non tradisional.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, pasar ekspor ke negara-negara non tradisional dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi defisit neraca perdagangan. Hal ini mengingat bahwa nilai ekspor non-migas Indonesia terhadap negara yang tergolong tujuan tradisional telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: Berkat Kontribusi Sawit, Capaian Ekspor Pertanian Makin Tinggi
“Selain peningkatan kualitas produk Indonesia supaya daya saing makin kuat, sudah saatnya pemerintah melihat potensi dari negara-negara tujuan non tradisional. Pemetaan penting dilakukan supaya pasar untuk produk Indonesia semakin luas,” jelas Pingkan di Jakarta, Rabu (13/1/2021).
Nilai ekspor non-migas Indonesia dengan negara tujuan tradisional seperti Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Dilansir dari data BPS dan Kementerian Perdagangan, ekspor Indonesia ke AS meningkat dari US$ 15,3 miliar pada 2015 menjadi US$ 17,8 miliar pada tahun 2019.
Sedangkan untuk RRT pada rentang waktu yang sama juga meningkat dari US$ 13,3 miliar menjadi US$ 25,9 miliar. Sedangkan untuk 2020, nilai ekspor Indonesia ke RRT menempati posisi teratas dibandingkan dengan negara mitra dagang lainnya dengan nilai mencapai US$ 26,6 miliar. Posisi kedua dan ketiga ditempati oleh AS dengan US$ 16,7 miliar dan Jepang dengan US$ 11,6 miliar.
Selain itu, tren serupa juga dialami oleh negara tujuan non-tradisional seperti Tanzania, Kenya, dan Kazakhstan.Ia mengatakan Indonesia harus memanfaatkan perjanjian perdagangan internasional, terutama yang sudah berlangsung, untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor Indonesia.
“Kesempatan ini adalah kesempatan yang baik terutama di tengah defisit neraca perdagangan. Selain mendapatkan pangsa pasar baru, Indonesia juga dapat memperoleh penghapusan atau pengurangan tarif impor untuk beberapa produk Indonesia yang selama ini sudah tercantum dalam kemitraan RCEP maupun kemitraan bilateral seperti dengan Australia,”pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: