Kisah Perusahaan Raksasa: Aliran Cuan Raja Mesin Hitachi Masih Mengalir dari Pasar Dunia
Hitachi Limited adalah perusahaan konglomerat multinasional Jepang yang bermarkas pusat di Tokyo. Produk-produk yang dihasilkannya antara lain semikonduktor dan mesin listrik. Khusus untuk mesin listrik ini, Hitachi dinobatkan sebagai produsen terbesar di Negeri Sakura.
Sebagai konglomerat, dilansir Business Week, Hitachi rupanya menjadi perusahaan utama yang menyumbang dua persen dari produk nasional bruto Jepang. Tak main-main, rentang waktunya pun di sepanjang dekade 1990-an.
Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Kala PLN Lokal China Southern Power Grid Sukses Tembus Pasar Global
Sementara itu, bentuk hasil ciptaan Hitachi meliputi chip memori komputer hingga pembangkit listrik tenaga nuklir, menjadi yang terbesar. Sebab itulah, Hitachi kerap disebut sebagai General Electric Jepang.
Menjadi yang terbesar di antara yang berbesar, Hitachi sukses mencatatkan namanya dalam Fortune Global 500 di tahun 2020. Sebagai komparasi, di tahun 2019, Hitachi sukses membukukan pendapatan per tahun sebesar 85,50 miliar dolar AS. Sementara itu, keuntungan yang didapat perusahaan mencapai 2 miliar dolar. Dengan begitu, posisi korporasi di tahun ini hanya cukup di peringkat ke-102.
Selanjutnya di tahun 2020, Hitachi terus merosot jauh. Selisih peringkat antara 2019 dan tahun ini adalah sebanyak empat tingkat. Dengan pendapatan yang turun 5,7 persen, perusahaan membukukan pendapatan 80,63 miliar dolar. Di sisi lain, mereka jauh dari kata untung karena laba terpuruk minus 59,9 persen, sehingga cuan yang berhasil dikantongi hanya 805 juta dolar.
Bukan menjadi hal baru banyak perusahaan raksasa Jepang menjadi salah satu korporasi terkaya dunia. Tapi tak ada salahnya juga memahami ringkasan kisah perusahaah Hitachi, seperti ulasan Warta Ekonomi, Jumat (15/1/2021), sebagai berikut ini.
Banyak perusahaan Jepang adalah perusahaan dengan umur yang cukup tua, seperti Toyota, Honda, hingga Japan Post. Begitu halnya dengan Hitachi, perusahaan yang sejarahnya sudah ada sejak 1910. Orang Jepang bernama Namihei Odaira ketika itu sebagai teknisi di sebuah tambang di Hitachi, Kubaraki bernama Kuhara Mining.
Odaira merupakan lulusan Tokyo Institute of Science. Sebagai insinyur perintis di Era Meiji saat perpindahan karakteristik masyarakat feodal ke negara industri, ia mengalami kejenuhan. Dalam suatu ketika, ia merasa frustrasi dengan ketergantungan perusahaannya pada teknologi yang diimpor dari Eropa dan Amerika Serikat. Dengan menggunakan keahlian tekniknya, Odaira membuat motor listrik kecil berkekuatan lima tenaga kuda, tahun 1910. Di tahun yang sama juga menandakan berdirinya Hitachi Work milik Odaira.
Odaira mengklaim motor listrik ciptaannya mampu menyaingi kualitas dan daya tahan impor. Bos di kantornya saat itu kemudian menjadi pelanggan pertama. Dan, dalam beberapa waktu selanjutnya, sang bos menjadi pelanggan satu-satunya.
Dalam kenyataannya, motor milik Odaira justru bekerja secara efisien untuk tambang tembaga. Tapi satu kesulitan yang dialami adalah promosi untuk menjual produknya ke perusahaan jepang lainnya.
Suatu ketika saat pecahnya Perang Dunia I, Odaira mendapatkan sejumlah pelanggan besar. Salah satunya ialah Odaira harus memasok mesin untuk perusahaan listrik yang cukup besar. Odaira memanfaatkan kesempatannya sebaik mungkin, memberikan 10.000 jam h.p. generator dalam lima bulan.
Langkah ini kemudian dilanjutkan dengan Odaira mendirikan perusahaannya pada tahun 1920. Ia menamakannya sebagai Hitachi karena menjadi tempat ia melakukan penjualan pertamanya. Lebih lanjut Hitachi juga berarti "matahari terbit" dalam bahasa Jepang.
Pada 1920-an Hitachi memperluas operasinya untuk memenuhi permintaan yang meningkat dari ekonomi industri Jepang yang sedang berkembang. Melalui akuisisi perusahaan lain, Hitachi menjadi produsen pompa, blower, dan peralatan mekanis lainnya terbesar di negara ini.
Perusahaan juga terlibat dalam pengerjaan logam dan mulai memproduksi kabel tembaga dan rolling stock. Perkembangan ini berfungsi untuk mengkonsolidasikan kemampuan Hitachi untuk membangun dan memasok pabrikan besar tanpa bantuan dari luar. Pada tahun 1924 juga dibangun lokomotif listrik pertama di Jepang.
Kekuasaan pemerintah militer Jepang pada tahun 1930-an memaksa beberapa perubahan di Hitachi. Meskipun Odaira berjuang untuk mempertahankan independensi perusahaan, perusahaannya tetap ditekan untuk memproduksi alat-alat perang, termasuk radar dan peralatan sonar untuk Angkatan Laut Kekaisaran. Odaira berhasil mencegah Hitachi dari pembuatan senjata yang sebenarnya.
Perang Dunia II menghancurkan Hitachi. Banyak dari pabriknya dihancurkan oleh serangan bom Sekutu. Pasukan pendudukan AS mencoba membubarkan Hitachi dan pendiri Odaira dihapuskan dari perusahaan.
Selama tahun 1950-an, Chikara Kurata, yang menggantikan Odaira sebagai presiden dari Hitachi, mengarahkan perusahaan ke era ekspansi pasar. Mengantisipasi masa depan rekayasa elektronik, ia mendirikan pertukaran teknologi dengan General Electric dan RCA.
Pada 1960-an perusahaan juga mulai memasarkan barang-barang konsumen, memperkenalkan merek peralatan rumah tangga dan peralatan hiburannya sendiri. Namun, mungkin keputusan terpenting Hitachi adalah berinvestasi dalam penelitian komputer.
Pada tahun 1957 Hitachi membangun komputer pertamanya dan memasuki era teknologi tinggi. Selama tahun 1960-an Hitachi mengembangkan sistem komputer on-line pertama di Jepang. Bukan cuma itu, perusahaan pun muncul sebagai produsen komputer analog terbesar di dunia, yang digunakan dalam penelitian ilmiah untuk mengumpulkan data statistik yang kompleks.
Karena masih tertinggal dari International Business Machines Corporation (IBM), pemerintah Jepang mendanai penelitian kerja sama dan upaya pengembangan yang melibatkan sebagian besar perusahaan teknik Jepang. Sejak saat itu, persaingan teknologi tinggi antara Amerika dan Jepang, dan antara IBM dan Hitachi pada khususnya, sedang berlangsung.
Keuangan Hitachi sempat drop di dekade 1970-an. Tapi karena Hitachi telah lama dikenal pandai beradaptasi dengan kondisi ekonomi yang berubah, ia melakukan adaptasi seperti pemotongan gaji sebesar 15 persen.
Hitachi bekerja keras sehingga mengubah dirinya menjadi IBM Asia pada 1980-an. Sayangnya di tengah euforia positif, pada Juli 1982 Hitachi dan 11 karyawannya didakwa atas tuduhan penyuapan dan pencurian komersial. Rupanya beberapa karyawan di Hitachi telah mencuri rahasia desain rahasia dari IBM agar tidak kalah dalam persaingan ketat untuk keunggulan teknologi.
Saat itu, Hitachi dihukum atas pelanggarannya dengan membayar denda 24 ribu dolar. Untuk dua karyawannya dikenai hukuman bui. Pada gilirannya citra negatif yang disebabkan oleh skandal itu sangat merusak Hitachi.
Konsekuensinya banyak perusahaan Amerika membatalkan pesanan mereka atau menolak menerima pengiriman. Selain itu IBM juga memenangkan persidangan dan berhasil mengumpulkan uang sebesar 24 juta dolar.
Usai keluar dari drama, pada 1986 keuangan Hitachi belum normal. Keuntungan turun untuk pertama kalinya dalam satu dekade, turun 29 persen dari 1985 menjadi 884 juta dolar. Sebagian dari penurunan tersebut dapat dikaitkan dengan faktor pasar eksternal.
Dua sektor terbesarnya, peralatan industri dan produk konsumen, tidak terlalu menjanjikan. Pelanggan industri besar konglomerat telah mengurangi pesanan, dan upaya pemasaran yang lamban membuat Hitachi hampir tidak dapat dibedakan dari kebanyakan merek elektronik konsumen.
Hitachi menerapkan strategi bisnis baru pada pertengahan 1980-an. Pembelian saham pengendali National Advanced Systems (NAS) pada tahun 1989, distributor komputer mainframe AS, membantu menopang upaya penjualan Hitachi di pasar yang penting itu.
Peningkatan investasi dalam penelitian dan pengembangan membantu perusahaan tetap berada di garda depan teknologi, terutama di semikonduktor, elektronik konsumen, dan komputer. Dengan dukungan pemerintah Jepang, Hitachi dan pesaing domestiknya membentuk aliansi penelitian dan pengembangan yang dikenal sebagai Proyek Integrasi Skala Sangat Besar (VLSI). Upaya bersama tersebut terbukti sangat membuahkan hasil, memungkinkan Hitachi untuk tetap selangkah lebih maju dari pesaing luar negeri, terus mengembangkan semikonduktor dengan kapasitas memori yang semakin tinggi.
Pada awal 1990-an, pengeluaran riset dan pengembangan (R&D) Hitachi mencapai enam persen dari semua pengeluaran R&D perusahaan di Jepang. Itu juga diperingkat sebagai pemegang paten teratas negara itu, dan bahkan menjadi pesaing untuk kedudukan itu di AS.
Pada tahun 1988, Hitachi membentuk usaha penentu tren dengan Texas Instruments untuk bersama-sama mengembangkan chip memori akses acak dinamis (DRAM) 16 megabyte. Pada awal 1990-an, Hitachi membentuk aliansi dengan Hewlett-Packard, TRW, dan bahkan saingan lama IBM.
Sayangnya, pertumbuhan pendapatan Hitachi turun, dengan penjualan di sekitar 7 triliun yen dari 1991 hingga 1994, keuntungannya turun lebih dari 71 persen, dari 230 miliar yen menjadi 65 miliar yen.
Dari 2006 hingga 2010, Hitachi kehilangan 12,5 miliar dolar, kerugian korporasi terbesar dalam sejarah Jepang. Ini mendorong Hitachi untuk merestrukturisasi dan menjual sejumlah divisi dan bisnis, sebuah proses yang diharapkan selesai pada tahun 2021.
Pada bulan Maret 2011, Hitachi setuju untuk menjual anak perusahaan hard disk drive-nya, HGST, kepada Western Digital dengan harga gabungan dari uang tunai dan saham senilai 4,3 miliar dolar. Karena kekhawatiran akan duopoli WD dan Teknologi Seagate oleh Komisi Uni Eropa dan Komisi Perdagangan Federal, divisi HDD 3,5 "Hitachi dijual ke Toshiba. Transaksi selesai pada Maret 2012
Hitachi terdaftar di Bursa Efek Tokyo dan Bursa Efek Nagoya dan daftar Tokyo-nya adalah konstituen dari indeks Nikkei 225 dan TOPIX Core30. Itu berada di peringkat ke-38 di 2012 Fortune Global 500 dan ke-129 di 2012 Forbes Global 2000.
Pada abad ke-21, Hitachi menggabungkan keahliannya selama satu abad dalam Teknologi Operasional (OT) dengan kehebatan dalam Teknologi Informasi (TI) untuk memimpin Penyimpanan Objek multiloud dan Era IoT. Fokus pada tantangan sosial skala global dengan inisiatif Inovasi Sosial Hitachi mengatasi tantangan tenaga listrik, transportasi, peralatan produksi, dan infrastruktur perkotaan untuk menciptakan gedung pintar, kampus pintar, dan kota pintar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: