Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengintip Suksesnya Program Pencegahan Perubahan Iklim Tingkat Desa

Mengintip Suksesnya Program Pencegahan Perubahan Iklim Tingkat Desa Kredit Foto: APRIL Group
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gerakan berbasis komunitas dapat menjadi salah satu cara yang efektif dalam mengatasi perubahan iklim di tengah komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri dari 41% dengan bantuan dari internasional.

Salah satunya lewat Program Kampung Iklim (ProKlim). Program nasional yang digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini bertujuan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk menguatkan kemampuan adaptasi demi dampak penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan perubahan iklim.

Baca Juga: Perkuat Kebijakan Iklim Melalui Pemulihan Gambut dan Mangrove BRG Jadi BRGM

"Inisiatif yang dilakukan para pelaksana ProKlim sangat penting, seperti menghijaukan daerahnya, memilah sampah, hemat listrik dan air, tak membakar sampah, hutan, serta lahan; meningkatkan ketahanan pangan, serta mengurangi risiko dan ancaman akibat bencana akibat iklim," ujar Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, dikutip Selasa (19/1/2021).

Dalam mengedukasi masyarakat, desa-desa yang berhasil menerapkan aksi nyata dalam mencegah perubahan iklim diberikan apresiasi berkala oleh KLHK. Tujuan akhir program ini tentu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan lokal sesuai wilayahnya.

Dasar utama ProKlim mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 84/2016. Aturan itu menyebut, ProKlim dapat berjalan mulai dari komunitas di tingkat rukun warga (RW) atau dusun hingga kelurahan atau desa.

Secara keseluruhan, ada ribuan lokasi yang terdaftar. Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Ruandha Sugardiman, ada 2.775 lokasi Kampung Iklim di tingkat RT hingga kelurahan di 33 provinsi Tanah Air pada 2020; menunjukan tingginya minat dan ketertarikan berbagai pihak.

Di sisi lain, total lokasi yang terdaftar dalam Sistem Registrasi Nasional (SRN) naik 4 kali lipat daripada 2015, dari 220 lokasi menjadi 813 lokasi. Hingga 2024, KLHK menargetkan memiliki 20 ribu Kampung Iklim.

Desa yang Berhasil

Pada akhir 2020, KLHK menghadiahkan Trofi Proklim Lestari kepada 6 Kampung Iklim dan Trofi Proklim Utama kepada 24 Kampung Iklim yang dinilai sukses menjalankan program ini di tingkat tapak.

Tiga di antara penerima penghargaan tersebut merupakan desa bimbingan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), yakni Dusun Lubuk Pogang di Kabupaten Kampar; Desa Koto Benai di Kabupaten Kuantan Singingi; dan Dusun III Kampung Simpang Perak Jaya di Kabupaten Siak.

Stakeholder Relation PT RAPP Provinsi Riau, Roni Hasfikar, mengatakan bahwa RAPP secara berkelanjutan terus mendukung upaya pemerintah pusat dan provinsi melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca.

"Tahun 2020, proklim binaan kami mendapatkan penghargaan atas program desa binaan yang dilakukan. Ini merupakan program lanjutan dari tahun sebelumnya," ujarnya.

Sebelumnya, salah satu desa yang dibina RAPP mendapatkan apresiasi serupa, yaitu Desa Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Sejak dulu, masyarakat di desa ini sudah memiliki kesadaran terhadap lingkungan sejak lama. Namun, kegiatan-kegiatan adaptasi dan mitigasi yang dilakukan masyarakat di desa tersebut belum terarah dan tanpa perencanaan.

Bahkan, pada awalnya desa ini tidak serta-merta menerima implementasi Proklim di wilayah mereka. Mereka memandang kegiatan Proklim hanya menyita waktu dan merepotkan masyarakat. RAPP pun ditantang untuk mengubah pola pikir masyarakat untuk mau menerapkan program ini sekaligus meningkatkan pemahaman terhadap perubahan iklim.

Perlahan, kegiatan Proklim yang dilakukan di Desa Gunung Sari membuahkan hasil. Kini, desa Gunung Sari mulai tertata dan lebih hijau karena penghijauan yang teratur serta peresapan air lebih mudah terjadi karena kegiatan pembuatan biopori.

Dampak positifnya, saat musim kemarau, masyarakat sudah mulai terhindar dari kekeringan dan sudah dapat memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Selain itu, masyarakat tidak lagi melakukan pembakaran lahan, rutin melakukan gotong royong untuk menjaga kebersihan desa, dan melakukan pengumpulan dan pemisahan sampah.

Saat ini, sampah organik dikumpulkan untuk dibuat kompos sederhana, sedangkan sampah plastik dikumpulkan untuk dimanfaatkan kembali menjadi barang yang berguna atau dijual. Bahkan, ada anggota masyarakat yang memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk kompos untuk tanaman pertanian.

Dalam kegiatan Proklim ini, RAPP memberikan bantuan berupa sarana dan prasarana seperti sarana produksi, bantuan infrastruktur rumah bibit, pembuatan biogas, hingga penghijauan. Selain itu, RAPP juga mendampingi masyarakat untuk melaksanakan kegiatan secara terencana dan menata pembukuan, mendorong masyakarat untuk pengurusan legalitas, serta pembinaan dalam melakukan kegiatan-kegiatan peningkatan pendapatan melalui budi daya pertanian, peternakan, dan perikanan.

Pembinaan yang dilakukan RAPP merupakan salah satu upaya swasta dalam mendukung program pemerintah demi mencapai target pengurangan perubahan iklim untuk menciptakan bumi yang lebih baik untuk kelangsungan generasi mendatang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: