Keberadaan para pendengung alias buzzer bayaran di media sosial yang belakangan semakin marak telah menimbulkan keresahan. Pasalnya para buzzer tidak membuat diskursus publik menjadi berkualitas, sebaliknya membuat media sosial hanya menjadi ajang adu caci maki.
Tak jarang setiap dikritik dilawan para buzzer dengan beramai-ramai melakukan "kill the messenger", yaitu menyerang pribadi pengkritik. Situasi ini membuat banyak orang prihatin. Seniman Sujiwo Tejo, misalnya merespons pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengajak masyarakat aktif mengkritik. Dia menyarankan pemerintah untuk menertibkan para buzzer tersebut.
Senada dengan Sujiwo Tejo, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) juga meminta Presiden Jokowi mengusulkan perubahan pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurutnya, kritik itu ibarat vitamin bagi pemerintahan."Dalam tradisi Demokrasi, kritik mestinya jadi vitamin," tulis Hidayat Nur Wahid di akun Twitternya @hnurwahid.
Baca Juga: SBY Dituding Dalang Isu Kudeta AHY, Demokrat Geram Bukan Kepalang
Namun, menurutnya jika Presiden serius untuk meminta kritik maka dirinya meminta pemerintah untuk menertibkan buzzer penumpang gelap. Selain itu, juga meminta pemerintah mengusulkan ke DPR perubahan pasal-pasal karet dalam UU ITE yang membuat para pengkritik takut karena bisa ditangkap/dikriminalisasi.
Terkait ramainya isu buzzer ini, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan bahwa MUI sudah mengeluarkan Fatwa Nomor 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.
Melalui akun Twitter @cholilnafis, dia menyebutkan besarnya dosa para buzzer yang suka menyebar kabar bohong, fitnah dan mem-bully. "Hukumnya sama dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati," katanya, dikutip Kamis (11/2/2021).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: