Meski kapitalisasi pasar aset kripto dunia menyentuh 1,5 triliun dolar AS (sekitar Rp21,1 kuadriliun), perdagangan pasar tersebut hadir dengan berbagai risiko bagi para investornya.
Menurut Ketua Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Sidharta Utama, pasar aset kripto berisiko karena harga yang fluktuatif. Sebagai contoh, harga Bitcoin turun 70% pada akhir 2018 daripada awal tahun itu; kemudian meningkat hampir 14 kali lipat selama pandemi COVID-19.
"Investasi aset kripto hanya cocok bagi Anda yang siap mengambil risiko. Kalau tidak relatif toleran terhadap risiko, sebaiknya hindari," ujarnya dalam Literasi Perdagangan Berjangka Komoditi Aset Kripto, Kamis (18/2/2021).
Baca Juga: Mantap Jiwa! Mata Uang Digital China Bisa untuk Berobat Lansia, Tanpa Ponsel Lagi!
Baca Juga: Rilis Mata Uang Digital Nasional, Negara Ini Gandeng Mastercard
Apalagi, fluktuasi harga di pasar aset kripto terjadi karena mekanisme pasar yang berkaitan erat dengan permintaan dan penawaran harga. Untuk itu, investasi aset kripto sebaiknya Anda lakukan menggunakan dana endapan.
Sidharta mengatakan, "Jangan gunakan dana cicilan rumah atau kegiatan sehari-hari."
Risiko kedua adalah likuiditas aset kripto yang berbeda-beda. Saat ini, ada 8.500 aset kripto dengan tingkat likuiditas beragam. Jika kurang likuid, maka Anda akan kesulitan menjualnya.
"Belum lagi faktor keamanannya karena sifatnya digital sehingga mudah sekali di-hack," imbuhnya.
Untuk itu, Bappebti hanya mengizinkan 229 aset kripto yang mereka pilih berdasarkan kapitalisasi pasar, keamanan, tata kelola sistem blockchain, dan skalabilitas sistemnya.
Selanjutnya, pembelian aset kripto mesti Anda lakukan melalui pedagang kredibel dengan sistem keamanan kuat. Saat ini, hanya ada 13 pedagang resmi yang telah memenuhi syarat dari Bappebti.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Tanayastri Dini Isna