Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ogah Patuhi Junta Militer, Polisi-polisi Myanmar Minta Perlindungan India

Ogah Patuhi Junta Militer, Polisi-polisi Myanmar Minta Perlindungan India Polisi anti huru hara menangkap pengunjuk rasa anti-kudeta pada 27 Februari 2021 di Yangon, Myanmar. | Kredit Foto: Getty Images/Hkun Lat
Warta Ekonomi, New Delhi -

Tiga polisi Myanmar menyeberang ke negara bagian Mizoram di timur laut India untuk mencari perlindungan. Pengawas polisi distrik Serchhip Mizoram, Stephen Lalrinawma mengatakan, ketiga polisi itu melarikan diri karena tidak mematuhi instruksi dari junta militer.

"Apa yang mereka katakan adalah, mereka mendapat instruksi dari aturan militer yang tidak mereka patuhi sehingga mereka melarikan diri," ujar Lalrinawma.

Baca Juga: Memanas, RI Desak Para WNI untuk Angkat Kaki dari Myanmar

India dan Myanmar berbagi wilayah perbatasan darat sepanjang 1.643 kilometer. Tiga polisi itu melarikan diri setelah militer Myanmar melakukan kudeta dan mengambil alih pemerintahan sipil pada 1 Februari lalu.

Militer menangkap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan sejumlah tokoh politik berpengaruh lainnya. Selain itu, militer sempat mematikan layanan internet untuk membungkam kritik para aktivis dan masyarakat di media sosial. Kudeta militer tersebut menuai kecaman dan aksi protes besar-besaran di Myanmar.

Militer menyatakan, kudeta dilakukan karena ada kecurangan dalam pemilu 8 November, yang dimenangkan oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi. Komisi Pemilihan Umum Myanmar menolak tuduhan tersebut. Kudeta militer menuai protes dari sejumlah kalangan termasuk warga Myanmar yang menginginkan demokrasi.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat sekurangnya 38 orang terbunuh dalam hari paling berdarah pada Rabu (3/2/2021) menyusul protes massa antikudeta di Myanmar. Pemerintah militer justru meningkatkan cengkeramannya dalam menentang kecaman internasional atas tindakan keras junta terhadap pengunjuk rasa.

Utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengatakan, lebih dariĀ  50 orang tewas secara total sejak pengambilalihan militer. Sementara, lebih banyak lagi yang terluka.

"Hari ini adalah hari paling berdarah sejak kudeta terjadi," katanya tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: