Pemulihan ekonomi akibat dampak Pandemi Covid-19 masih menjadi tugas besar yang diemban Pemerintah saat ini. akibat pandemi, defisit anggaran mengalami pelebaran hingga 6,09% dari PDB atau sebesar Rp 956,3 T di tahun 2020. pelebaran defisit ini terjadi karena pemerintah menggelontorkan banyak stimulus untuk meredam tekanan dampak pandemi Covid-19.
Sementara untuk APBN 2021, pemerintah optimis menetapkan pelebaran defisit sebesar Rp 1.006,4 T atau setara 5,7%, dan tahun 2023 ditarget defisit anggaran kembali ke angka 3% dari PDB.
Mempertimbangkan proses pemulihan dampak Covid-19 terhadap ekonomi Indonesia yang akan memakan waktu panjang dan usaha ekstra, maka pemerintah membutuhkan potensi pajak yang baru untuk menambal defisit anggaran dan ruang fiskal yang cukup mumpuni.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan tantangan besar dimana pemerintah harus menyelamatkan masyarakat dan pemulihan ekonomi di tengah meningkatnya pengangguran dan kemiskinan akibat pandemi. Oleh sebab itu, pemerintah butuh anggaran belanja yang besar guna menanggulangi kesehatan sekaligus menyelematkan perekonomian.
Baca Juga: Realisasi Penerimaan Pajak 2021 Baru 11,88% dari Target
Dia menyebutkan, di tahun ini, pemerintah kembali meluncurkan program pemulihan ekonomi nasional dan penanganan masalah kesehatan. Klaster insentif usaha yang tahun lalu terealisasi Rp56,1 triliun, tahun ini dialokasikan kurang lebih Rp55 triliun. Selain itu, insentif pajak di bidang kesehatan dialokasikan sekitar Rp18 triliun. Dengan demikian, total insentif pajak untuk usaha & kesehatan mencapai kurang lebih Rp70 T.
"Tentu sekali lagi ini menunjukkan APBN berusaha keras untuk mendukung pemulihan ekonomi. Dan 2023, defisit anggaran APBN ditargetkan kembali di 3% dari PDB. Penerimaan pajak dan PNBP memainkan peranan penting," ujar Yon dalam sambutannya pada acara CITA Web Course bertajuk "Bijak Memahami Pajak" secara virtual di Jakarta, kemarin.
Namun, lanjut dia, permasalahannya adalah Indonesia belum mencapai kondisi ideal sehingga penerimaan pajak jadi tantangan sendiri. Pasalnya ketika ekonomi tumbuh maka pajak juga tumbuh, sebaliknya ketika ekonomi slowdown, penerimaan pajak juga turun.
Kendati demikian masih ada wajib pajak yang tingkat kesadaran dan kepatuhannya perlu dioptimalkan. oleh sebab itu, strategi optimalisasi dilakukan pemerintah baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi pajak.
Strategi ekstensfikasi mulai dilakukan melalui kebijakan pemajakan sektor digital atau perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Pertimbangannya, sektor ini dianggap cukup stabil dan mampu bertahan di tengah pandemi dan selama ini belum sepenuhnya dipajaki.
Di sisi lain, strategi intensifikasi, berupa pemeriksaan pajak dinilai masih cukup efektif untuk menambah pos penerimaan sekaligus menguji kepatuhan wajib pajak, serta mengawasi penyelenggaraan kewajiban perpajakan yang belum benar dan sesuai.
"Kita perlu duduk bersama antara otoritas pajak, Kemenkeu, masyarakat wajib pajak untuk selalu komunikasi dan diskusi bersama. Tingkat kepatuhan pajak yang tinggi bukan hanya dari tugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saja. Lewat forum ini (CITA Web Course), masyarakat diharapkan dapat paham mengenai hak dan kewajiban pajak dan otoritas pajak mendapat masukan-masukan yang bermanfaat," tukas Yon.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman