Pada tanggal 11 Desember 2018, Parlemen Uni Eropa dan Dewan Uni Eropa telah menetapkan regulasi Renewable Energy Directive (RED II) melalui Directive European Union (EU) 2018/2001 untuk menghapuskan secara bertahap kontribusi generasi pertama biofuel dan tambahan kriteria untuk meminimalisasi dampak Indirect Land Used Change (ILUC).
Generasi pertama biofuel dengan kategori high ILUC risk tidak akan dimasukkan dalam perhitungan kontribusi renewable energy goals di Uni Eropa mulai tahun 2021 ini dan implementasinya dapat dipercepat oleh masing-masing negara anggota Uni Eropa.
Baca Juga: Kemendag Beberkan Kendala Ekspor Kelapa Sawit Indonesia di Pasar Eropa
Selanjutnya, Delegated Regulation (DR ILUC) sebagai aturan pelaksana RED II diadopsi oleh Komisi Uni Eropa pada tanggal 13 Maret 2019 dan telah berlaku pada tanggal 10 Juni 2019. Regulasi turunan ini mengatur kriteria Low and High ILUC, di mana minyak sawit menjadi satu-satunya komoditas bahan baku biofuel yang dikategorikan sebagai high ILUC risk.
Pemberlakuan RED II dan DR ILUC berpotensi mengurangi volume ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa. Dampaknya bukan hanya terhadap ekspor produk biodiesel, melainkan juga ekspor produk CPO yang merupakan bahan baku produksi biodiesel oleh produsen di Uni Eropa. Data dari Federasi Minyak Nabati Uni Eropa (FEDIOL) menunjukkan, sekitar 40 persen dari seluruh impor minyak nabati oleh Uni Eropa pemanfaatan akhinya untuk biodiesel.
Terkait hal ini, Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan ke WTO pada 2019 lalu. Gugatan sengketa DS 593 di WTO dilakukan Pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan minyak sawit dan biofuel berbahan baku minyak sawit agar terbebas dari diskriminasi oleh Uni Eropa tersebut.
"Perlakuan yang berbeda antara komoditas ini melanggar prinsip fair and free trade yang telah disepakati bersama dalam kerangka organisasi perdagangan dunia," tegas Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga, seperti dikutip dari laman bpdp.or.id.
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman, menyatakan, pemerintah akan mengubah strategi dalam melawan kampanye hitam minyak kelapa sawit di pasar global, terutama di Uni Eropa. "Strategi promosi ke depan kita tidak lagi defensif, tetapi juga harus ofensif. Kita permasalahkan juga minyak nabati lain di Eropa, misalnya rapeseed," ujar Eddy Abdurrachman pada diskusi di Jakarta.
Sebagai upaya advokasi ofensif tersebut, BPDPKS mendukung rangkaian pelaksanaan gugatan pemerintah RI di WTO, melalui pembiayaan promosi sawit untuk penyediaan aspek hukum maupun aspek data ilmiah yang dibutuhkan dalam proses sidang-sidang sengketa DS 593. Gugatan sengketa terhadap regulasi RED II dan ILUC Uni Eropa telah disetujui oleh WTO melalui pembentukan panel pada tanggal 29 Juli 2020.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum