Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), khususnya ultramikro (UMi), merupakan sokoguru perekonomian Indonesia. Buktinya, sektor ini pernah menjadi penyelamat ekonomi nasional dari jurang resesi akibat krisis 1998. Bahkan sektor ini memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia dibandingkan sumbangsih dari sektor bisnis lainnya.
Mengutip data Kemenkop-UKM tahun 2018, jumlah UMi mencapai 63,4 juta dari total 64,2 juta unit usaha di Indonesia. UMi menyerap 107,4 juta atau 89,04% dari total tenaga kerja nasional. Bahkan kontribusinya terhadap PDB tertinggi kedua setelah unit usaha besar (UB). Nilainya mencapai Rp5.303,1 triliun atau 37,77% dari total PDB atas dasar harga pada 2018.
Baca Juga: Strategi e-Commerce dan Dukungannya untuk Pelaku UMKM di Indonesia
Nahasnya, pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan banyak UMi. Mulai dari kehabisan uang kas, mengurangi jumlah tenaga kerja, hingga menutup usahanya. Sekitar 84,20% usaha mikro dan kecil (UMK) mengaku pendapatannya menurun akibat permintaan berkurang, menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020.
Survei yang sama menyebut bahwa 7 dari 10 UMK membutuhkan bantuan modal untuk tetap bertahan selama pandemi. Masalahnya, tidak semua UMi memiliki akses perbankan (unbankable). Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2020 mencatat hanya 12,67 juta UMKM yang bankable, atau setara 19,74% dari target penerima subsidi bunga pemerintah sebanyak 60,66 juta rekening UMKM.
Pembentukan Holding Ultramikro dirasa penting guna menjangkau UMKM, khususnya UMi, yang masih unbankable. Pasalnya, bunga pinjaman yang akan ditawarkan holding tersebut disebut lebih rendah dari lembaga layanan keuangan lainnya.
Holding BUMN Ultramikro untuk Kesejahteraan UMi & UMKM
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyampaikan bahwa pembentukan Holding BUMN Ultramikro tinggal menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP). Sejumlah otoritas terkait seperti OJK, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sudah memberikan lampu hijau.
"Pada prinsipnya, sudah oke. Setelah keluar PP dari Presiden (Jokowi), baru kita lakukan (holding)," bebernya saat dihubungi tim redaksi Warta Ekonomi, beberapa waktu lalu.
Arya memprediksi keberadaan holding tersebut bakal meraup banyak nasabah. Menurutnya, pengusaha-pengusaha yang selama ini membutuhkan dana cepat, tentu bisa memanfaatkan Holding Ultramikro ini.
"Cukup dia menggadaikan barangnya untuk mendapatkan cash yang cepat. Mereka bisa atur sistem pengembalian pinjamannya seperti mekanisme di Pegadaian," jelasnya.
Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) Kuswiyoto menyatakan bahwa Holding Ultramikro bertujuan untuk menguatkan bisnis UMi dan UMKM serta kemudahan akses terhadap pembiayaan di Pegadaian. Perluasan akses terjadi lantaran masing-masing BUMN akan saling memanfaatkan outlet, agen, dan tenaga pemasar secara terintegrasi. Sehingga daerah-daerah yang belum terjangkau outlet Pegadaian dapat dilayani di outlet BRI, agen BRIlink, dan PNM.
"Dengan integrasi ini, transaksi nasabah ketiga perusahaan semakin cepat, akurat, mudah, dan hemat. Di sisi lain, ketiga institusi juga bisa saling memanfaatkan outlet dan agen masing-masing perusahaan untuk memasarkan produk secara cross selling," papar dia sebagaimana dikutip dari keterangan persnya.
Kus meyakini bahwa holding ini akan memberikan dampak positif kepada pelaku UMi dan UMKM, juga meningkatkan kesejahteraan agen ketiga perusahaan.
Kredit UMi Pegadaian: Si Penyambung Nafas Usaha
PT Pegadaian (Persero) menjadi salah satu perusahaan pelat merah yang bakal tergabung dalam Holding BUMN Ultramikro bersama PT Bank BRI Tbk dan PT PNM (Persero). Tak banyak yang tahu, Pegadaian memiliki produk pembiayaan guna menyambung nafas para pelaku usaha ultramikro (UMi). Ialah Kreasi UMi dan Gadai UMi.
Program ini memberikan fasilitas kredit dengan uang pinjaman Rp10 juta ke bawah dan jaminan BPKB kendaraan bermotor, yang diberikan kepada pengusaha mikro dan pengusaha kecil yang membutuhkan dana untuk pengembangan usaha.
Jangka waktu pinjamannya fleksibel, yakni 12, 18, 24, dan 36 bulan. Proses kreditnya sendiri hanya membutuhkan waktu tiga hari, dan dana bisa segera cair. Sementara sewa modal atau bunga pinjamannya relatif murah sebesar 1,12 persen dengan angsuran tetap per bulan dan biaya administrasi sebesar 1 persen.
"Kriterianya (UMi) sampai saat ini masih Rp10 juta ke bawah. (Pembiayaan) ada dua, ada Gadai dan Kreasi UMi berbasis fidusia," ungkap Direktur Produk Pegadaian Harianto kepada Warta Ekonomi, beberapa waktu lalu.
Pegadaian, lanjut Harianto, tidak saja memberikan pembiayaan lewat program tersebut, namun juga melakukan pemantauan lewat pendampingan secara langsung ataupun melalu daring.
"Disyaratkan untuk UMi ini ada pendampingan. Beberapa (UMi) bahkan sudah berhasil. Pendampingannya ada dua pola, materinya bisa kami share, juga sekaligus pendampingan di lapangan untuk tahu perkembangan usaha mereka," bebernya.
Salah satu debitur Pegadaian, Heri Suherman mengaku omzet usahanya naik sekitar 20 persen setelah mendapat pembiyaan UMi. Sebelumnya, pemilik usaha kopi olahan di Pangalengan ini mengalami kekurangan biaya modal akibat pandemi Covid-19.
"UMi dari Pegadaian sangat berdampak, terutama dalam menambah biaya permodalan usaha saya. Sebelum mendapat pembiyaan UMi, (usaha) berjalan dengan kapasitas produksi sedikit. Setelahnya, saya bisa belanja bahan baku lebih banyak sehingga bisa memproduksi dan memasarkan produk lebih banyak," tuturnya saat dihubungi Warta Ekonomi.
Per Maret 2021, total penyaluran produk ultramikro Pegadaian mencapai omzet sebesar Rp335,96 miliar yang disalurkan kepada 74.206 debitur yang tersebar di seluruh Indonesia. Sementara realisasinya dengan omzet sebesar Rp4,23 miliar per Maret 2021.
"Dengan kondisi pandemi, semua pelaku UMKM terdampak. Bahwa NPL-nya naik, iya ada kenaikan, tapi ada program relaksasi yang sudah kami jalankan. Pada saat ini belum sepenuhnya pulih," jelas Harianto.
Meski turut terhantam pandemi Covid-19, pendapatan usaha perusahaan tahun 2020 meningkat 24,27% dari tahun 2019 sebesar Rp17,67 triliun menjadi Rp21,96 triliun, menurut Data Laporan Keuangan PT Pegadaian (Persero) tahun 2020. Dari sisi aset, juga mengalami kenaikan 9,40% dari tahun 2019 sebesar Rp65,32 triliun menjadi Rp71,47 triliun pada 2020.
Jumlah nasabah yang dilayani pun mengalami peningkatan sebesar 22,15% dari 13,86 juta orang menjadi 16,93 juta orang. Adapun omzet pembiayaan yang disalurkan meningkat 13,34% dari tahun 2019 sebesar Rp145,63 triliun menjadi Rp165,06 triliun pada 2020.
Bahkan sebelum pandemi menyerang, Pegadaian merupakan penyumbang dividen terbesar ketujuh, di atas posisi PT Inalum. Angkanya sebesar Rp1,387 triliun, 50 persen dari total laba bersih tahun 2018 sebesar Rp2,775 triliun. Jumlah dividen ini meningkat 38% dibandingkan periode 2017 sebesar Rp1,005 triliun.
Selama tahun 2020, Pegadaian telah meluncurkan berbagai produk dan layanan yang membantu masyarakat dalam meningkatkan ketahanan ekonomi di masa pandemi. Program yang dilaksanakan antara lain restrukturisasi dan relaksasi kredit, Gadai Peduli dengan bunga 0%, serta penyaluran subsidi bunga UMKM.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: