Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menghimbau kepada emak-emak di seluruh Nusantara untuk menolak BPA. Itulah salah satu poin penting yang disampaikan Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, di hadapan media dan para ibu dalam acara Konferensi Pers Bahaya BPA bagi bayi, balita, dan janin.
"Pagi hari ini, kita ada kesempatan untuk berdialog. Ada persoalan serius. Ada zat Bisphenol A (BPA) yang sekarang ini menjadi agenda internasional. Saya hanya mengingatkan kepada ibu-ibu di Nusantara bahwa BPA berbahaya. Bukan hanya galon (guna ulang-red). Galon guna ulang itu kenapa terjadi migrasi BPA karena di jalan saat pengangkutan terpapar matahari, dilempar-lempar yang membuat terkelupas. Begitu juga wadah plastik yang lain. Intinya harus menolak BPA," seru Arist Merdeka Sirait.
Baca Juga: Soal Uji Lab BPA TUV Laboratories, Kemenperin Anggap Isu yang Bergulir Tidak Jelas
Arist juga mendesak Badan POM sebagai pemegang regulator peredaran pangan dan obat-obatan untuk memberi label peringatan konsumen pada kemasan plastik yang mengandung BPA. "Setelah ini, saya akan mendatangi BPOM untuk mendesak agar segera dilakukan pelabelan. Segala hal yang menyangkut informasi produk harus jelas. Kode daur ulang juga harus dicantumkan besar-besar. Dampak paparan BPA itu bisa menimbulkan kanker, lahir prematur. Bahkan, hasil penelitian terbaru pada 21 April 2021, bukan hanya berbahaya bagi bayi balita dan janin, melainkan juga merusak otak orang dewasa," tandas Arist.
Sememtara itu, menurut Ketua JPKL Roso Daras, seperti yang disampaikan melalui Sekjen JPKL, Masyus, tujuan dilakukan konferensi pers adalah untuk menginformasikan kepada ibu-ibu di seluruh Nusantara agar menghindari kemasan yang mengandung BPA sebagai wadah makanan dan minuman untuk bayi, balita dan ibu hamil. Selain itu, juga untuk mendesak Badan POM sebagai lembaga pemegang regulator peredaran makanan, minuman dan obat-obatan agar segera memberi label peringatan konsumen pada galon guna ulang supaya tidak dikonsumsi oleh bayi, balita, dan janin pada ibu hamil.
Kenapa dikhususkan kepada bayi, balita, dan pada ibu hamil? Roso menjelaskan, karena mereka kelompok usia rentan yang mudah terdampak penyakit akibat paparan BPA secara akumulatif. Janin yang berada di dalam kandungan bisa lahir prematur jika sang ibu yang sedang hamil selalu mengonsumsi dari wadah yang mengandung Bisphenol A.
Bayi juga bisa terjangkit kanker dan penyakit lain di kemudian hari, terutama juga pada otak. Malah pada sebuah studi terbaru dampaknya bukan saja bagi bayi, balita, dan janin saja, melainkan juga bagi orang dewasa.
Sekjen JPKL Masyus menyampaikan, perjuangan JPKL dalam rangka meminta BPOM supaya bersedia memberi label peringatan konsumen pada kemasan plastik mengandung BPA, sudah sejak 5 bulan silam. Akan tetapi, BPOM tidak segera menindaklanjuti usulan JPKL. Padahal, JPKL dalam pertemuan dengan TIM BPOM (Cendekia Sri Murwani, Direktur Pengawasan Produksi Pangan Olahan) pada 4 Februari 2021 sudah membawa beberapa bukti pemberitaan baik dari media dalam negeri dan luar negeri tentang bahaya BPA.
Selain itu, mereka juga menunjukkan bukti bahwa di luar negeri, seperti Kanada, sejak tahun 2010 sudah melarang penggunaan BPA pada kemasan wadah yang bersentuhan langsung dengan makanan dan minuman yang dikonsumsi bayi dan balita, disusul Eropa dan Jepang. Tahun 2017 Jepang melarang penggunaan BPA. Namun, pihak BPOM meminta JPKL untuk melakukan penelitian tersebut.
Menurut JPKL, permintaan tersebut tidak bisa dilakukan karena JPKL merupakan organisasi wartawan, bukan lembaga penelitian. Meski begitu, JPKL menunjuk salah satu laboratorium yang kredibel, independen, dan terakreditasi untuk menganalisis sampel yang diserahkan oleh JPKL. JPKL menyerahkan 6 galon yang dibeli di minimarket kemudian dilakukan treatment.
Dua (2) galon tidak dilakukan treatment apapun; dua galon dijemur selama seminggu; 2 galon yang lainnya lagi dijemur secara ekstrem selama 56 hari. Setelah galon itu dianalisis oleh pihak laboratorium, ternyata terbukti ada migrasi BPA yang besarnya di atas batas toleransi yang diizinkan BPOM, yaitu 0,6 PPM atau bpj. Dari hasil analisis yang dilakukan laboratorium, ditemukan migrasi BPA berkisar antara 2 hingga 4 PPM.
Hasil analisa migrasi BPA ini telah JPKL sampaikan kepada BPOM melalui surat tertanggal 10 Mei 2021 dengan lampiran dokumen pendukung riset sederhana BPA pada jemur matahari dan kajian dari referensi penelitian serta penerapan kebijakan terkait BPA di beberapa negara termasuk di Indonesia. Surat tersebut ditembuskan ke Kemenperin, Badan Standarisasi Nasional, Kemenkominfo, dan lembaga lain sebagai informasi.
Melihat betapa bahaya BPA mengintai anak-anak Indonesia, di sinilah Komnas Anak merasa terpanggil untuk ikut mendesak BPOM dan memberi informasi kepada masyarakat agar berhati-hati dalam memilih wadah makanan maupun minuman.
"Saat ini, semua botol susu bayi sudah terbebas dari BPA. Namun, jadi mubazir jika sumber air yang digunakan untuk membuat susu dari air galon guna ulang yang termigrasi BPA," kata Teguh.
Baik JPKL maupun Arist Merdeka Sirait sepakat selain berjuang dengan mendesak ke BPOM, juga secara bertahap mengedukasi ibu-ibu agar mengetahui akan bahaya BPA. Nantinya, ibu-ibu yang sudah paham akan bahaya BPA menjadi agen perubahan yang akan menularkan kepada ibu-ibu yang lain.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum