Soal PPN Jasa Pendidikan dan Sekolah, Kok Malah Rakyat Kecil yang Dikejar Pajaknya
Anggota Komisi X DPR Robert J Kardinal meminta jasa pendidikan, sekolah dan bahan pokok tidak dimasukkan sebagai salah satu obyek pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika terus dipaksakan, usulan tersebut berpotensi melabrak konstitusi.
Ketentuan pajak baru itu tercantum dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Draf merupakan usulan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Saya meminta pemerintah membatalkan rencana ini (sekolah dan jasa pendidikan dikenakan PPN). Sebab, jika dipaksakan maka akan berpotensi melanggar konstitusi,” tegas Robert dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.
Baca Juga: Toyota Girang Diskon PPnBM 100 Persen Diperpanjang
Baca Juga: Setelah Muhammadiyah, Giliran PBNU yang Tolak Rencana PPN Pendidikan
Robert menegaskan, pemerintah telah mencanangkan Program Wajib Belajar 9 Tahun sebagai wujud pelaksanaan Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Di pasal tersebut menegaskan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Kemudian di ayat berikutnya, secara jelas juga menyebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Program wajib belajar ini kemudian dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di pasal 34 (ayat 2) dalam undang-undang tersebut dengan lugas menyebutkan bahwa pemerintah dan Pemda menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Robert tidak habis pikir logika yang dibangun oleh Kemenkeu sehingga mengenakan jasa pendidikan dan sekolah sebagai obyek pungutan PPN.
“Saya heran kok Menteri Keuangan (Menkeu) tega mengambil keputusan itu. Ini tidak dikasih PPNsaja warga kita mau sekolah susah, apalagi ditambah PPN. Menkeu ini harusnya bersikap, berpikir saja untuk mengenakan PPN bagi jasa pendidikan dan sekolah itu tidak boleh apalagi dicetuskan,” sindir Robert.
Robert juga heran Kemenkeu juga memasukkan bahan pokok sebagai obyek PPN. Di saat ekonomi masyarakat lagi lesu dan daya beli turun, pemerintah malah membuat kebijakan yang tidak populis.
“Kalau seperti itu, berarti Presiden tidak perlu cari orang pintar untuk posisi Menteri Keuangan kalau cuma bisa naikin PPN buat sembako dan pendidikan. Saya kira ini kebijakan yang tidak peka dengan situasi sekarang,” tegas Robert.
Gara-gara draf revisi ini, Robert mendapat banyak protes dari konstituen. Mereka risau dan bingung di saat berupaya meningkatkan taraf pendidikan dan kesejahteraan orang Papua, jasa pendidikan dan bahan pokok malah kena PPN.
“Saya meminta pemerintah harus segera bersikap karena ini tidak benar,” tegas politisi senior Partai Golkar ini.
Politisi daerah pemilihan Papua Barat ini menegaskan, seharusnya Menteri Keuangan lebih inovatif dalam berupaya meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pajak. Bukan dengan pemikiran yang kebablasan yang malah menyebabkan orang miskin makin miskin dan kaya makin kaya.
“Kalau barang mewah, orang kaya kena pajak wajarlah. Tapi kalau pendidikan, bahan pokok bagaimana cara berpikirnya,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman