Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Naftali Bennett: Pemimpin Israel yang Baru tapi Rasa Lama

Naftali Bennett: Pemimpin Israel yang Baru tapi Rasa Lama Pemimpin Yamina Naftali Bennett menyapa para pendukungnya setelah hasil exit poll pertama untuk pemilihan Israel di markas partainya di Petah Tikva, 24 Maret 2021. | Kredit Foto: AP Photo/Tsafrir Abayov
Warta Ekonomi, Tel Aviv -

Parlemen Israel atau Knesset menyingkirkan Benjamin Netanyahu dari kursi perdana menteri yang telah ia duduki selama 12 tahun. Meski demikian, berbagai pihak menilai, pemerintah baru yang dipimpin politisi sayap kanan Naftali Bennett yang dilantik kemarin tak akan jauh berbeda.

Kemenangan koalisi partai dari sayap kiri, moderat, kanan dan Arab-Israel dalam pemungutan suara mosi percaya Minggu (13/6/2021) sangat tipis yakni 60-59 suara. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya koalisi tersebut.

Baca Juga: Inilah yang Diharapkan Biden pada Bennett: Amerika Teguh Berkomitmen...

Terkait hal itu, pemerintahan yang baru berencana menghindari langkah-langkah terkait isu luar negeri yang sensitif. Seperti kebijakan terhadap warga Palestina dan lebih fokus pada isu-isu reformasi domestik.

Netanyahu diketahui menjalankan pemerintah seturut arahan kelompok sayap kanan Israel. Selama kepemimpinannya, perluasan permukiman ilegal terus dilakukan dan terus menyurutkan wilayah de facto Palestina. Sementara serangan berulang militer ke Gaza di bawah kepemimpinannya mengakibatkan ribuan warga Palestina gugur termasuk anak-anak.

Pengusaha teknologi Naftali Bennett (49 tahun) sedianya juga berasal dari spektrum politik sayap kanan dan seorang ultranasionalis religius. Ia punya rekam jejak mendukung perluasan permukiman dan menentang negara Palestina.

Pemilihan umum yang keempat dalam dua tahun terakhir, partainya, Yamina, hanya mendapatkan empat dari 120 kursi di parlemen. Banyak pihak yang terkejut dengan naiknya Bennett ke kursi perdana menteri.

Senin (14/6/2021) dalam pidatonya di parlemen Israel, Bennett berterima kasih kepada mantan perdana menteri atas “lamanya dan pengabdian yang penuh dengan prestasi.” Pidatonya itu diiringi teriakan dari loyalis Netanyahu yang menyoraki dengan kata-kata “pembohong” dan “memalukan”.

Bennett bukan orang asing bagi Netanyahu. Ia pernah menjabat kepala staf mantan perdana menteri itu, tapi hubungan mereka memburuk saat Bennett menjabat sebagai menteri pertahanan Netanyahu. Walaupun keduanya berasal dari sayap kanan, tapi Bennett menolak ajakan Netanyahu untuk bergabung dengannya setelah pemilu terakhir pada 23 Maret lalu.

Bennett akan menjabat sebagai perdana menteri untuk dua tahun pertama, kemudian diteruskan oleh Yair Lapid yang berhaluan tengah. Bennett berjanji untuk memetakan arah baru yang bertujuan memulihkan perpecahan negara.

Dalam pidatonya, pandangannya juga konfrontatif soal Palestina. “Bulan lalu kita diingatkan bahwa konflik dengan Palestina masih ada,” ujarnya dikutip Jerusalem Post, kemarin.

Ia juga menekankan bahwa perang dengan Palestina adalah mengenai eksistensi Israel. “Ini bukan sengketa wilayah,” ia menekankan.

Menurut Bennett, pemerintahannya akan mendukung pembangunan di permukiman ilegal di semua wilayah pendudukan di Tepi Barat, termasuk wilayah yang masuk Area C. “(Kami akan) menguatkan permukiman di seluruh wilayah Israel,” kata dia.

Berdasarkan Perjanjian Oslo antara Israel dan Otoritas Palestina pada 1995, Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur dipecah menjadi tiga wilayah. Di antaranya Area A, B dan C.

Area C di bawah pemerintahan dan kendali keamanan Israel sampai kesepakatan final mengenai statusnya dicapai. Meski begitu, Israel terus melakukan pembangunan ilegal di wilayah itu. “Saya menjamin kepentingan nasional di Area C,” kata dia.

Bennett juga berjanji tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir. Israel akan meningkatkan kekuatan pertahanan dan penyerangannya.

Namun Bennett mengatakan, akan mempertahankan gencatan senjata di Gaza. Meski ia mengancam Hamas akan menyerang bila kelompok itu meningkatkan ketegangan. Bennett juga berjanji berusaha memulangkan pasukan Israel yang ditahan Hamas.

Kantor berita milik pemerintah Israel, KAN, melaporkan, sejumlah anggota parlemen dari partai ekstrem kanan dikeluarkan dari Knesset ketika mereka berusaha menghalangi Bennett berpidato. 

Warga Palestina tentu tidak menanggapi pemerintahan baru Israel dengan senang. Mereka mengatakan, sudah memprediksi Bennett yang kerap menyarankan aneksasi sebagian dari pendudukan Tepi Barat, tetap mengejar agenda sayap kanan yang sama dengan Netanyahu.

“Kami tidak mengandalkan perubahan apa pun dalam pemerintahan pendudukan karena mereka bersatu dalam kebijakan pembunuhan dan perampasan hak-hak Palestina,” kata Juru Bicara Hamas Sami Abu Zuhri dalam cicitan Twitter-nya, Minggu.

Juru Bicara Hamas yang lain, Fawzi Barhoum mengatakan, terlepas dari bentuk pemerintahan baru di Israel, itu tidak akan mengubah cara pandang entitas Zionis. “Ini adalah pendudukan dan entitas kolonial yang harus kita lawan dengan paksa untuk mendapatkan kembali hak kita,” kata Barhoum.

Sementara itu, Juru Bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Abu Rudeineh mengatakan, ini merupakan urusan internal Israel. “Posisi kami selalu jelas. Yang kami inginkan adalah sebuah negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.”

Kementerian Luar Negeri Palestina menjelaskan, tidak tepat jika menyebut pemerintah baru Israel sebagai pembawa perubahan. Sebab, kebijakannya tidak akan berubah dari pemerintah sebelumnya.

Kementerian mengajukan sejumlah pertanyaan pada pemerintahan Bennett, termasuk “Apa posisi pemerintah baru mengenai hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan pembentukan negara merdeka?”

Dikutip TRT World, Senin (14/6/2021), Sekretaris Jenderal Gerakan Inisiatif Nasional Palestina Mustafa Barghouti memperingatkan, pemerintahan Bennett akan mendorong permukiman ilegal dan diskriminasi rasial. Bahkan, dia lebih ekstrem dari pemerintah sebelumnya.

“Pemerintah baru ini tidak berbeda dengan pemerintahan Netanyahu karena ini adalah pemerintahan pendudukan, permukiman kolonial, dan diskriminasi rasial seperti pemerintah sebelumnya dan bahkan lebih buruk lagi,” kata Barghouti.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga telah memberikan ucapkan selamat kepada dua pemimpin koalisi pemerintah Israel yang baru, Naftali Bennett dan Yair Lapid. Biden mengatakan, ia menantikan untuk memperkuat hubungan yang kuat dan tahan lama antara dua negara.

"Pemerintahan saya sepenuhnya berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah Israel yang baru untuk meningkatkan keamanan, stabilitas, dan perdamaian bagi rakyat Israel, Palestina, dan masyarakat di seluruh kawasan," kata Biden dalam pernyataannya, Senin (14/6/2021).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: